TRIBUNNEWS.COM - Kapolsek Baito, IPDA MI, dan Kanit Reskrim, AM, diperiksa Propam Polda Sulawesi Utara.
Dua polisi itu diduga melanggar kode etik karena ada indikasi meminta uang Rp2 juta dalam penanganan kasus guru Supriyani yang dituding menganiaya muridnya di Kecamatan Baito, Kabupaten Konawe Selatan.
"Saat ini 2 oknum anggota sementara kami mintai keterangan terkait kode etik," kata Kabid Propam Polda Sultra, Kombes Pol. Moch Sholeh, Selasa (5/11/2024), dikutip dari TribunnewsSultra.com.
Meski diperiksa, baik IPDA MI dan AM masih tetap menjalankan tugas di Polsek Baito.
Apabila nantinya hasil pemeriksaan kode etik menunjukkan bersalah, akan dikeluarkan surat perintah penempatan khusus (patsus).
"Kalau memang terbukti ada pelanggaran kode etik, kami akan tingkatkan untuk patsus atau ditarik ke Polda Sultra," kata Sholeh.
Patsus sendiri merupakan prosedur dijalankan Provos terhadap polisi yang diduga melakukan pelanggaran disiplin.
Aturan patsus tertuang dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 2 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Pelanggaran Disiplin Anggota Polri.
Pasal 1 ayat 35 tertulis patsus dimaksud dapat berupa markas, rumah kediaman, ruang tertentu, kapal, atau tempat ditunjuk atasan yang menghukum.
Saat ini, kata Sholeh, pihaknya sudah memeriksa tujuh personel polisi terkait permintaan sejumlah uang.
Awal Mula Permintaan Uang Rp2 Juta
Awalnya permintaan uang Rp2 juta tersebut terjadi saat kasus guru Supriyani bergulir di Polsek Baito.
Baca juga: Fakta Pertemuan Supriyani dan Aipda WH, Ketua LBH HAMI Konsel Diberhentikan karena Pilih Jalur Damai
Jumlah uang itu diduga bertambah, bahkan hingga Rp50 juta.
Uang tersebut diminta kepada keluarga Supriyani agar kasus dihentikan.
Polda Sultra baru mendapatkan bukti permintaan uang Rp2 juta.