TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konstruksi hukum yang dibangun Kejaksaan Agung (Kejagung) RI untuk menetapkan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong dinilai masih sumir.
Kelemahan konstruksi hukum itu akhirnya membuat banyak pihak menyimpulkan kasus itu sebagai bentuk kriminalisasi.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menyadari kasus tersebut membuat masyarakat bertanya-tanya motif Kejagung dalam mentersangkakan Tom Lembong.
Terlebih alat bukti yang dipaparkan Kejagung terhadap Tom Lembong tidak begitu kuat.
"Komisi III menyampaikan para penegakan hukum untuk menyikapi hal yang terjadi, ya. Karena jangan sampai di ruang publik menduga-duga. Atau apa lagi orang pada umumnya, kan, enggak ngerti ini apa, sih, masalahnya misalnya," kata Sahroni di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (6/11/2024).
Sahroni berharap Kejagung bisa menjawab tuduhan masyarakat mengenai adanya kriminalisasi dalam kasus ini.
Apabila tidak maka masyarakat kasus ini merupakan titipan dari pemerintahan Prabowo Subianto.
"Kasihan nanti pemerintah dianggapnya, wah, ini ada main-main misalnya, gitu. Kan kami enggak berharap begitu. Kasihan kalau pemerintah dituduh-tuduh yang belum pasti dengan kepastiannya. Ya, kita tunggu nanti proses selanjutnya," kata Sahroni dikutip dari Kompas.TV.
Anggota Fraksi NasDem ini mengatakan jangan sampai kasus ini di persidangan nanti tidak terbukti sehingga akan menghancurkan citra pemerintah.
Dengan begitu, tuduhan masyarakat bahwa kasus ini sarat nuansa politik akhirnya terkonfirmasi.
"Kami berharap transparansi yang dilakukan oleh penegakan hukum ini adalah menindaklanjuti prosesnya. Kan jangan sampai menduga-duga. Kan kalau nanti orang sudah dijadiin tersangka tiba-tiba dugaan yang terjadi enggak ada misalnya. Misalnya kan gitu. Nah kita berharap ini menjadi penjernihan di ruang publik, dan publik tidak bertanya-tanya ada apa sebenarnya," kata dia.
"Kan, nanti kalau dituduh-tuduh nanti disangkanya pihak yang menang misalnya mengintervensi ini, gimana caranya untuk supaya orang diperkarain. Mungkin saja salah saya berpikirnya, tetapi kan mudah-mudahan ini objektif. Dan kita berharap kita tunggu proses dari kejaksaan dan terang-benderang, transparansi," jelas Sahroni.
Sudah Minta Izin Jokowi?
Sementara itu, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menyatakan sebuah kebijakan politik tidak bisa dipidana.
"Kalaupun dipidana harus dibuktikan aliran suapnya," jelas dia.
Sugeng menganggap kebijakan yang diambil Tom Lembong pada 2015 yang lalu pasti sudah dilaporkan kepada Presiden Ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi) atau Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
"Kebijakan politik itu pasti dilaporkan kepada Presiden atau Menko Perekonomian 2015, itu siapa? Yang pasti Presidennya, Jokowi," kata Sugeng.
Karena itu, Sugeng menganggap sulit untuk tidak melabeli kasus itu dengan nuansa politik.
"Kasus yang menyeret Tom lembong ini memang sarat dengan nuansa politik, ya, karena Tom Lembong, sering mengkritik pemerintahan sebelumnya ketika dia menjadi ketua tim sukses Anies Baswedan dan Muhaimin," kata Sugeng.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula yang disebut merugikan negara Rp 400 miliar.
Selain Tom, Kejagung juga menjadikan CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI), sebagai tersangka.
Kejagung telah menahan keduanya untuk 20 hari ke depan terhitung sejak ditetapkan sebagai tersangka.