Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Alexander Marwata mengajukan judicial review terhadap norma Pasal 36 huruf (a) Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
Baca juga: Dalami Kasus Alexander Marwata, Polda Metro Jaya Periksa Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK
Pasal 36 huruf (a) UU KPK diketahui berbunyi:
"Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apa pun."
Adapun gugatan ini diajukan Alex Marwata buntut pertemuannya dengan eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto yang kini sedang diusut Polda Metro Jaya.
"Menyatakan pada Pasal 36 huruf a UU 19/2019 Tentang Perubahan Kedua Atas UU 30/2002 Tentang UU KPK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," tulis petitum permohonan Alex Marwata yang disampaikan ke MK, dikutip Kamis (7/11/2024).
Permohonan itu disampaikan Alex Marwata melalui tim kuasa hukumnya ke MK pada Senin (4/11/2024).
Gugatan permohonan itu menggunakan batu uji Pasal 28 D ayat (1) dan Pasal 28 D ayat (2) UUD 1945.
Baca juga: Wakil Ketua KPK Alexander Marwata Sebut Pertemuan dengan Eko Darmanto Bahas Foto Flexing Pesawat
Pasal 28 D ayat (1) berbunyi:
"Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum."
Sementara, Pasal 28 D ayat (2) berbunyi:
"Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu."
Dalam permohonan itu, Alex Marwata menyatakan terdapat kerugian lantaran tidak memberikan kepastian hukum dalam norma Pasal 36 huruf (a), telah menyebabkan peristiwa bertemunya pemohon dengan seseorang yang secara sengaja menyampaikan laporan dugaan tindak pidana korupsi dan diterima secara resmi di kantor dengan disertai staf yang membidanginya pertemuan dilakukan sebagai pemenuhan tugas dan kewenangan pemohon.
"Pimpinan KPK bertindak dalam tugas jabatannya. Pertemuan tersebut selanjutnya oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya dilakukan proses penyelidikan dengan dugaan tindak pidana sebagaimana Pasal 36 huruf a ini (Bukti P-22)."
"Hal ini menunjukkan secara nyata akibat ketidakjelasan batasan atau kategori larangan hubungan dengan alasan apapun pada pasal a quo telah menyebabkan Pemohon 1 harus menjadi terlapor atas dugaan tindak pidana," bunyi permohonan uji materi.
Karena itu, Alex menyatakan dalam permohonannya Pasal 36 huruf (a) tersebut tidak memberikan kepastian hukum.
Padahal, niat pertemuan itu hanya sebatas menerima laporan dugaan korupsi.
"Dengan demikian sangat jelas para Pemohon yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua KPK maupun pegawai KPK lainnya terugikan hak konstitusionalnya untuk mendapatkan jaminan kepastian hukum dalam mengemban tugas dan tanggung jawabnya sesuai perintah undang-undang, sebagai Pimpinan KPK yang bebas dari rasa cemas dan was-was jika suatu saat karena kepatuhan dan ketaatan menjalankan tugas tanggung jawab yang berinteraksi maupun berhubungan dengan masyarakat dapat saja dipidana," urai permohonan uji materi Alex Marwata.
Terpisah, Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto mengatakan pihaknya akan mengecek terkait gugatan uji materi yang disampaikan Alex Marwata bersama dua pegawai KPK yakni, Auditor Muda KPK Lies Kartika Sari dan Pelaksana pada Unit Sekretariat Pimpinan KPK Maria Fransiska.
"Dicek dulu ya," kata Tessa.
Sebagaimana diketahui, Alexander Marwata dilaporkan ke Polda Metro Jaya melalui pengaduan masyarakat (dumas) pada 23 Maret 2024.
Alex diadukan buntut pertemuan dengan mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto, yang statusnya sebagai pihak beperkara di KPK.