Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan Rafael Alun resmi dicopot dari jabatannya sebagai pejabat eselon III atau Kepala Bagian Umum di Kanwil Jakarta Selatan II.
Pencopotan itu dilakukan setelah Kementerian Keuangan melakukan pemeriksaan harta kek
Hal itu dia sampaikan dalam Konferensi Pers Atas Penanganan Internal Saudara RAT di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jum'at (24/2/2023).
"Pada tanggal 23 Februari yang lalu inspektorat jenderal telah melakukan pemeriksaan kepada yang bersangkutan, di dalam rangka untuk Kemenkeu mampu melangsungkan pemeriksaan, maka mulai hari ini saudara RAT saya minta untuk dicopot dari tugas dan jabatannya," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan dasar pencopotan jabatan Rafael Alun Trisambodo sesuai dengan Pasal 31 Ayat 1 PP 94 Tahun 2021 mengenai disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS)
"Saya minta agar seluruh proses pemeriksaan dilakukan secara detail dan teliti hingga kemudian bisa menetapkan tingkat hukuman disiplin yang kami dapat tetapkan," paparnya.
Jadi Tersangka Gratifikasi dan TPPU
Pada 3 April 2023 lalu, Rafael Alun ditetapkan sebagai tersangka penerimaan gratifikasi terkait pemeriksaan perpajakan oleh KPK dan ditahan selama 20 hari di rumah tahanan Gedung Merah Putih KPK.
"Ada peristiwa tidak pidana korupsi yang dilakukan oleh saudara Rafael Alun Trisambodo pegawai negeri sipil Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang menjabat sejak 2005."
"Saudara RAT dilakukan penahanan 20 hari pertama di rumah tahanan pertama di Gedung merah Putih KPK," kata Ketua KPK Firli Bahuri saat itu, Senin (3/4/2023).
Rafael Alun diduga menerima gratifikasi kurang lebih berjumlah 90.000 dolar AS
"Penyidik telah menemulan aliran dana gratifikasi kurang lebih berjumlah 90.000 dolar AS yang penerimaannya melalui PT AME," ujar Firli.
Rafael Alun juga diduga memiliki usaha yang bergerak di bidang pembukuan dan perpajakan dengan berperan aktif dalam merekomendasikan PT AME kepada para korbannya.
Perusahaan Rafael itu bergerak dalam bidang jasa konsultansi pembukuan dan perpajakan.
Mereka yang menggunakan jasa PT AME adalah para wajib pajak yang diduga memiliki permasalahan pajak, khususnya terkait kewajiban pelaporan pembukuan perpajakan pada negara melalui Ditjen Pajak.
Selain itu, Rafael Alun juga kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Penetapan pasal pencucian uang ini berdasarkan pengembangan dari kasus gratifikasi yang telah lebih dulu menjerat Rafael.
Diduga kuat ada kepemilikan aset-aset Rafael yang ada tautan dengan dugaan TPPU.
"Atas dasar hal tersebut, benar, KPK saat ini telah kembali menetapkan RAT sebagai tersangka dugaan TPPU," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Rabu (10/5/2023).
"Penerapan TPPU sejalan dengan komitmen KPK untuk memaksimalkan penyitaan dan perampasan sebagai asset recovery hasil korupsi," jelas Ali.
Vonis Hukuman Rafael Alun
Selain divonis hukuman 14 tahun, Rafael Alun juga divonis hukuman denda Rp500 juta subsidair 3 bulan penjara dan membayar uang pengganti Rp10,79 miliar.
Uang pengganti tersebut harus dibayar paling lambat satu bulan setelah perkara inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, maka dipidana penjara selama 3 tahun," katanya.
Hukuman demikian diputuskan Majelis Hakim karena menilai Alun telah menerima gratifikasi berdasarkan Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain itu, Rafael Alun juga dianggap melakukan tindak pidana pencucian uang berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama sebagaimana termuat dalam dakwaan," kata Hakim Suparman Nyompa.
Kasus Ronald Tannur
Polrestabes Surabaya menetapkan Gregorius Ronald Tannur (31) sebagai tersangka kasus pembunuhan wanita di sebuah tempat hiburan malam.
Korban yang berinisial DSA (29) merupakan pacar tersangka Gregorius Ronald Tannur.
Dalam konferensi pers di Mapolrestabes Surabaya, tersangka Gregorius Ronald Tannur dihadirkan dan telah mengenakan rompi bertuliskan tahanan.
Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Pasma Royce mengatakan, tersangka merupakan anak dari anggota DPR RI dari Nusa Tenggara Timur (NTT) bernama Edward Tannur.
"Korban dan tersangka GRT, mereka berdua menjalin hubungan sejak bulan Mei 2023, kurang lebih lima bulan," paparnya, Jumat (6/10/2023), dikutip dari Kompas.com.
Kombes Pol Pasma Royce menambahkan korban yang berasal dari Sukabumi, Jawa Barat dianiaya hingga tewas oleh tersangka pada Selasa (3/10/2023).
"Ya mereka berdua minum minuman keras. Kalau motif kami masih pendalaman," sambungnya.
Akibat perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 351 Ayat 3 dan atau Pasal 359 KUHP, terkait dengan penganiayaan hingga mengakibatkan meninggal dunia.
"Ancaman maksimal hukuman 12 tahun penjara. Dengan tindakan yang sudah kami lakukan, penyidik tersangka telah kami lakukan penahanan sebagaimana dalam surat perintah penahanan," tuturnya.
Pelaku dan Korban 5 Bulan Pacaran
Kuasa hukum keluarga korban, Dimas Yemahura Alfarauq mengatakan, GRT dan korban sudah berpacaran selama lima bulan dan selama berpacaran DSA sering mendapat tindakan kekerasan.
"Kalau dari beberapa teman, pernah beberapa kali Dini mengalami perlakuan itu. Selama kurun 5 bulan menjalani hubungan. Informasinya begitu."
"Tapi yang paling parah hingga terjadi sampai seperti ini, bahkan Dini sampai mengirim voice note kepada salah seorang temannya," ujarnya Jumat (6/10/2023).
Dimas menegaskan, DSA tidak bekerja di tempat hiburan malam melainkan bekerja sebagai freelancer.
Status DSA merupakan janda beranak satu yang saat ini anaknya dirawat oleh keluarga di Sukabumi, Jawa Barat.
Menurut Dimas, motif penganiayaan yang dilakukan GRT yakni adanya orang ketiga.
DSA sudah mengetahui GRT memiliki selingkuhan dan sering menyindirnya melalui sosial media TikTok.
"Kalau itu memang iya, karena sempat curhat semacam itu. Tapi ini hubungan mereka bukan hubungan seperti suami istri (statusnya)."
"Si terlapor ini, punya cewek lain. Iya (kemungkinan) diduga seperti itu. Tapi nanti diupdate lagi. Intinya kami masih menunggu keterangan lengkap dari polisi," tuturnya.
Vonis bebas
Pengadilan Negeri Surabaya memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur, terdakwa kasus kematian Dini Sera Afrianti.
Ronald dan Dini diketahui saat itu statusnya adalah pacar.
Sidang putusan itu diketuai Erintuah Damanik, Rabu (24/7/2024).
Ia menyatakan bahwa tidak ada bukti yang cukup untuk menguatkan dakwaan jaksa penuntut umum, meskipun tuntutan awalnya mencapai hukuman 12 tahun penjara berdasarkan Pasal 338 KUHP.
Baca juga: Pengakuan Ronald Tannur Terkait Penyebab Cekcok dengan DSA, Korban Enggan Diajak Pulang
"Sidang telah mempertimbangkan dengan seksama dan tidak menemukan bukti yang meyakinkan bahwa terdakwa bersalah seperti yang didakwa," ujar Ketua Majelis hakim dalam pembacaan putusannya di ruang sidang Cakra.
Gregorius Ronald Tannur, yang mendengar putusan bebas tersebut, terlihat sangat terharu.
Air matanya berlinang saat ia melepas kacamata mengusapnya berkali-kali.
Setelah sidang selesai, dia mengungkapkan bahwa langkah selanjutnya akan diserahkan kepada tim kuasa hukumnya.
"Nanti saya serahkan pada kuasa hukum. Yang penting, Tuhan sudah membuktikan," ucapnya dengan penuh rasa lega.
Penasehat hukumnya, Sugianto, menyambut baik putusan tersebut dengan menyatakan bahwa keadilan telah dipenuhi.
Tak terelakkan banyak pengunjung sidang yang terkejut dengan vonis tersebut.
Pasalnya kasus yang terjadi pada Oktober 2023 itu hasil rekontruksi Polrestabes Surabaya ada 41 adegan tindakan kekerasan dari Gregorius Ronald Tannur pada korban yang merupakan seorang janda asal Sukabumi itu.
Mulanya keduanya mengunjungi tempat hiburan Blackhole KTV, Lenmarc Mall, Jalan Mayjend Jonosewojo.Di sana, Ronald dan korban GSA disebut berkaraoke dan mengonsumsi minuman keras.
Saat akan pulang, keduanya kemudian terlibat cekcok. Di dalam lift menuju basement parkir, tersangka menendang kaki, dan memukul kepala korban dengan botol miras sebanyak dua kali.
Keluar lift, GSA kemudian terduduk di samping kiri mobil Ronald. Pelaku kemudian melindasnya hingga terseret sejauh lima meter.
Ketua Majelis hakim menegaskan bahwa putusan ini merupakan hasil dari proses hukum yang dilakukan dengan cermat dan sesuai dengan prinsip keadilan yang berlaku. Akan tetapi, ada saat sidang akan dimulai dan menjelang selesai Erintuah Damanik mengatakan yang memvonis kasus ini adalah manusia biasa.
"Apabila ada pihak-pihak yang keberatan dengan putusan tersebut dipersilahkan mengkaji lewat proses hukum," tandasnya.
Putusan bebas oleh tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya pun menjadi sorotan publik hingga anggota DPR.
Ketiga Hakim tersebut yakni, Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.
Dalam sidang tersebut, Erintuah Damanik bertugas sebagai Hakim Ketua dan Heru Hanindyo juga Mangapul bertugas sebagai Hakim Anggota.
3 Hakim ditangkap Kejaksaan
Sebelum ditangkap sejumlah proses terkait dugaan pelanggaran etik tiga hakim itu berjalan.
Bahkan Komisi Yudisial (KY) memutuskan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang memberikan vonis bebas kepada Ronald Tannur dipecat.
Hal itu diputuskan dalam rapat kerja KY bersama Komisi III DPR RI.
Diketahui, kasus itu dilaporkan oleh Tim Kuasa Hukum keluarga korban Dini Sera Afrianti ke KY.
Tak hanya itu, keluarga korban juga melaporkan ketiga hakim kepada Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung RI.
Beberapa waktu setelahnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menjatuhkan vonis bebas Ronald Tannur dalam perkara pembunuhan Dini Sera Afrianti.
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah membenarkan adanya penangkapan oknum hakim tersebut.
“Betul (ada penangkapan),” kata Febrie saat dikonfirmasi, Rabu (23/10/2024).
Penangkapan ini terkait dengan penyidikan dugaan suap atau gratifikasi Oknum Hakim PN Surabaya oleh Tim Penyidik pada JAM Pidsus Kejaksaan Agung RI.
Ibunda Ronald Tannur terseret
Kejagung resmi menetapkan ibu Gregorius Ronald Tannur, yang dikenal dengan inisial MW, sebagai tersangka dalam kasus suap terkait pengurusan perkara pembunuhan yang menjerat anaknya.
Penetapan tersangka ini dilakukan setelah MW diperiksa oleh penyidik pada Senin, 4 November 2023.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menyatakan bahwa setelah dilakukan pemeriksaan maraton, penyidik menemukan bukti yang cukup untuk meningkatkan status MW dari saksi menjadi tersangka.
"Penyidik telah melakukan pemeriksaan maraton terhadap ibu Ronald Tannur di Kejati Jatim," ungkap Qohar.
Sebelumnya diberitakan, Kasi Penerangan Hukum Kejati Jatim, Windu Sugiarto, menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap ibu Ronald Tannur dilakukan di Kejati Jatim dan terkait dengan dugaan gratifikasi dan suap.
"Kami hanya memfasilitasi kegiatan yang dilakukan oleh penyidik Kejagung," kata Windu, saat dikonfirmasi mengenai proses penyidikan.
Kasus ini berawal dari dugaan penganiayaan berat yang dilakukan oleh Ronald Tannur terhadap Dini Sera Afriyanti, yang kini melibatkan sejumlah pihak dalam dugaan praktik suap untuk mempengaruhi keputusan pengadilan.
Siapa Saja yang Terlibat dalam Kasus Ini?
Sebelum penetapan MW sebagai tersangka, Kejagung telah menetapkan tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, yaitu Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul, sebagai tersangka penerima suap dalam kasus vonis bebas yang melibatkan Gregorius Ronald Tannur.
Selain itu, pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat, juga turut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap ini.
Dalam proses penyidikan, penyidik telah menyita barang bukti berupa uang tunai dalam berbagai pecahan yang totalnya mencapai Rp20 miliar serta beberapa barang elektronik yang dianggap terkait dengan tindak pidana ini.
Apa Bukti Pemufakatan Jahat yang Ditemukan?
Kejagung juga mengungkapkan bahwa terdapat bukti pemufakatan jahat dalam kasus ini yang melibatkan eks Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA, Zarof Ricar, dan Lisa Rahmat.
Keduanya dianggap terbukti berkonspirasi untuk mengatur putusan kasasi agar Ronald Tannur bebas.
Dalam kesepakatan tersebut, Lisa menjanjikan biaya pengurusan perkara sebesar Rp1 miliar untuk Zarof, serta biaya suap sebesar Rp5 miliar untuk ketiga hakim yang menangani perkara Ronald Tannur.
Namun, hingga saat ini, uang suap tersebut belum diserahkan dan masih berada di rumah Zarof.