TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah melakukan beberapa pembaruan pada aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang akan digunakan untuk penghitungan suara Pilkada 2024.
Fitur baru yang ditambahkan diantaranya fitur untuk penggunaan offline.
Kini Sirekap dapat beroperasi tanpa memerlukan koneksi internet pada hari pemilihan, sehingga memperkuat kelancaran pengumpulan data meski dalam kondisi jaringan terbatas.
Aplikasi Sirekap yang terpsang di perangkat gawai petugas dan memungkinkan pengiriman data dalam bentuk salinan PDF melalui bluetooth saat jaringan internet tidak tersedia.
Hal itu disampaikan anggota KPU, Betty Epsilon Idroos di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Kamis (7/11/2024).
"Kami sudah guidance dengan Sirekap offline, jadi kalau di hari H tidak ada jaringan internet, nggak ada masalah," ujar Betty.
“Dengan Sirekap offline namanya, jadi bisa geser ke tempat yang punya internet, mereka bisa gunakan atau mereka bisa kirim salinan PDF-nya lewat bluetooth,” ia menambahkan
Betty juga menyampaikan proses verifikasi ketat diterapkan dalam publikasi hasil rekapitulasi. Setiap hasil dicek terlebih dahulu oleh petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) sebelum dipublikasikan.
"Kalau misalnya oleh KPPS dicek dulu, ada fotonya, akurasi, setelah akurasi baru di-publish," jelasnya.
KPU berharap peningkatan teknologi ini dapat memaksimalkan akurasi dan transparansi dalam pemilihan, sehingga seluruh proses Pilkada 2024 dapat berjalan sesuai rencana.
Hasil Sidang MK Jadi Acuan
Betty menyampaikan sejumlah perbaikan dilakukan berdasarkan masukan, termasuk dari hasil sidang Mahkamah Konstitusi (MK).
"Sirekap Pilkada tahun 2024, alhamdulillah sudah mengalami beberapa perbaikan setelah mendapatkan masukan," ujar Betty.
Perbaikan ini mencakup penyesuaian formulir dengan penambahan marker pada kolom dan baris untuk mempercepat konversi ke dalam sistem informasi web Sirekap.
Selain itu, pembaruan juga diterapkan pada arsitektur aplikasi dengan penambahan di beberapa bagian ujung formulir serta perubahan pada kotak angka.
"Kotak angka yang seperti kalkulator itu kami hapus sama sekali, sehingga OCR dan OMR lebih fokus pada karakter," jelasnya.
Aplikasi ini kini juga dilengkapi fitur aritmatika guard yang memberikan alert merah atau kuning jika terjadi kesalahan perhitungan.
KPPS di lapangan, jelas Betty, dapat menggunakan fitur ini untuk mengidentifikasi ketidaksesuaian data di formulir C.
Sementara itu pada Pemilu 2024 lalu, Sirekap sempat menjadi sorotan lantaran terjadi kekacauan pada data penghitungan suara.
Padahal, aplikasi Sirekap merupakan basis utama penghitungan suara di seluruh tingkatan.
KPU RI menyatakan salah input dalam Sirekap disebabkan oleh human error.
Selain itu faktor kesalahan sistem juga membuat sinkronisasi data tidak sesuai yang berdampak pada isu penggelembungan suara.
Anggota KPU RI Idham Holik menjelaskan ihwal kesalahan itu ialah sistem yang salah dalam membaca angka numerik dari dokumen formulir Model C Hasil.
Atas kesalahan sistem itu, KPU melalui operator Sirekap di Kabupaten/Kota setempat harus melakukan akurasi manual terhadap angka yang salah.
Selama proses akurasi, data yang ditampilkan di Sirekap pun bukan merupakan data terbaru.
Idham tidak menampik kesalahan itu mengakibatkan penggelembungan suara pasangan capres-cawapres sebab data numerik Sirekap menampilkan jumlah jauh lebih besar daripada yang tercatat di formulir C1 Plano di tempat pemungutan suara (TPS).
Jelang pemungutan suara Pilkada 2024 yang akan dilakukan pada 27 November 2024 mendatang, KPU pun meningkatkan fitur-fitur pada aplikasi sirekap.
Untuk lebih lengkapnya kita akan bergabung dengan reporter Tribunnews.com, Mario Christian Sumampow.
Sementara itu, melalui unggahan di media sosial X, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan informasi publik yang disajikan dalam Sirekap kini hanya dalam bentuk gambar atau PDF dari formulir C1, tanpa adanya tabulasi hasil suara di tingkat kabupaten atau kota.
Hal ini dinilai akan membatasi akses publik terhadap data rekapitulasi suara yang rinci, sehingga mempersulit pengawasan.
ICW menyatakan perubahan tersebut dapat membuka peluang manipulasi suara, penggelembungan, dan potensi kecurangan lainnya. Padahal, tujuan awal dari Sirekap adalah untuk mendukung transparansi dan mencegah praktik kecurangan.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Betty Epsilon Idroos menegaskan, justru Sirekap bakal memperkuat transparansi dan akuntabilitas dalam proses penghitungan suara.
Betty menyampaikan, Sirekap memungkinkan publik untuk mengetahui perolehan suara di tiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) dengan segera.
Menurutnya, fitur Sirekap merupakan bentuk transparansi yang akan memungkinkan masyarakat memverifikasi apakah hasil perolehan suara sesuai dengan yang mereka saksikan di TPS.(*)