TRIBUNNEWS.COM - Polda Metro Jaya menyita sejumlah barang bukti dalam kasus judi online yang melibatkan pegawai Kementerian Komunikasi dan digital (Komdigi).
Penyitaan dilakukan setelah polisi menangkap 15 tersangka, termasuk pegawai Kementerian Komdigi.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, mengatakan barang bukti yang disita ada uang Rp 73,7 miliar.
Ade Ary merinci, uang senilai Rp 73,7 miliar yang disita itu dalam bentuk rupiah, dolar Amerika Serikat (USD), dan dolar Singapura (SGD).
“Ada uang tunai sejumlah Rp73.723.488.957,"ujar Ade Ary di Sentul, Jawa Barat, Kamis (7/11/2024).
"Dengan rincian, uang rupiahnya ada Rp35.792.110.000. Kemudian ada 2.955.779 mata uang Singapura Dolar atau senilai Rp35.043.272.457,” lanjutnya.
Barang bukti selanjutnya ada 34 handphone, 23 laptop, 20 lukisan, 16 mobil, 16 monitor, 11 buah jam tangan mewah, empat unit tablet, empat bangunan, dua unit senjata api, satu unit motor, hingga 215,5 gram logam mulia.
“(Barang bukti yang disita) dua unit senjata api, satu unit motor, dan 215,5 gram logam mulia,” katanya.
Kini, penyidik tengah mengajukan pemblokiran terhadap 47 rekening milik para tersangka.
“(Penyidik juga) sedang menginventarisir rekening situs judol untuk dilakukan pemblokiran,” katanya.
Baca juga: Psikiater Bicara Soal Kecanduan Narkoba atau Judi Online, Mana yang Lebih Berbahaya?
PPATK Telusuri Aliran Dana Lewat Money Changer
Terpisah, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana, menyatakan akan menelusuri aliran dana bandar judi online melalui money changer.
“Transaksi menggunakan money changer adalah salah satu modus atau tipologi pencucian uang, yang bertujuan memutus jejak transaksi,” ungkap Ivan, Kamis.
Ivan menjelaskan, pada prinsipnya, Komdigi melakukan identifikasi rekening-rekening penampungan deposit perjudian online yg selanjutnya disampaikan kepada OJK untuk diblokir.
OJK selanjutnya meminta bank untuk memblokir dan melaporkan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) kepada PPATK.
Sehingga data pelaporan LTKM yang masuk ke PPATK terkait perjudian online, sebagian besar adalah data yang informasinya diperoleh dari Komdigi.
Dari proses tersebut, tidak ada istilah mengelabuhi antar institusi, ini lebih pada modus para oknum.
Akan tetapi, dengan adanya pengungkapan kasus di Komdigi menyebabkan penanganan perjudian online menjadi parsial dan tidak menyeluruh.
Penyedia Jasa Keuangan juga semestinya wajib lapor ke PPATK sesuai UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
PPATK juga tidak memperoleh laporan transaksi keuangan karena sebagian melalui money changer.
“Pasti (akan kita terlusuri aliran dana),” ungkap Ivan.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya mengungkapkan bandar judi online menyetorkan dana ke oknum Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) baik secara tunai atapun melalui money changer.
(Tribunnews.com/Milani/Reynas)