TRIBUNNEWS.COM - Aksi para peternak sapi perah di Boyolali yang membuang susu murni baru-baru ini, menjadi perhatian publik.
Pasalnya, jumlah susu murni yang dibuang sebanyak 30-50 ribu liter.
Tentu peristiwa ini menjadi perhatian publik karena merasa prihatin banyak anak-anak di Indonesia yang masih kekurangan asupan susu.
Lantas siapa yang sebenarnya bersalah atas kejadian ini dan bagaimana respons pemerintah?
Aksi Buang Susu
Sebelumnya, pada Sabtu (9/11/2024), para peternak sapi membuang ribuan liter susu yang ditaksir harganya Rp 400 juta.
Ratusan peternak sapi perah dan pengepul susu di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah ini menggelar aksi protes ke pemerintah.
Mereka mendesak pemerintah memberikan solusi terhadap permasalahan yang sedang mereka hadapi saat ini.
Diketahui, saat ini banyak peternak susu di Boyolali yang terkena imbas akibat produksi mereka ditolak industri pengolah susu (IPS) karena ada pembatasan kuota.
Aksi buang 50.000 liter susu ini pun dilakukan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Winong, Boyolali.
Setidaknya 1.000 liter susu dibagikan gratis kepada warga.
Sebagian mereka gunakan untuk melakukan aksi mandi susu di kawasan Tugu Susu Tumpah, Boyolali.
Baca juga: 60 Perusahaan Siap Investasi Peternakan Sapi, Wamentan Pede Angka Impor Susu RI Bisa Berkurang
Koordinator peternak, Sriyono Bonggol menyatakan bahwa pihaknya memprotes kebijakan pemerintah membatasi kuota susu lokal yang masuk ke IPS.
Menurutnya, pembatasan ini membuat banyak susu Boyolali yang tidak terserap pasar sehingga terbuang.
"Kami mewakili peternak yang jumlahnya puluhan ribu di wilayah Boyolali yang saat ini sedang menjerit karena kondisi perindustrian susu di Indonesia yang membatasi jumlah kuota masuk produk lokal kita," kata Sriyono Bonggol.
Sriyono mengungkapkan bahwa pembatasan IPS ini membuat ribuan liter susu peternak Boyolali terbuang sia-sia.
Bahkan, sebagian besar susu hanya menumpuk di tempat usaha dagang (UD) atau koperasi.
Anak-anak Indonesia Butuh Kalsium
Mirisnya, saat ini masih banyak anak-anak di Indonesia yang membutuhkan asupan kalsium dari produk susu.
Mereka kesulitan untuk membeli susu lantaran keterbatasan ekonomi.
Padahal, menurut Studi South East Asian Nutrition Surveys II (SEANUTS II), konsumsi susu saat sarapan pagi hari membantu memenuhi kebutuhan mikronutrien esensial bagi anak-anak.
Penelitian yang dilaksanakan di empat negara Asia Tenggara, SEANUTS II ini dirilis pada 2022.
Peneliti Utama SEANUTS II di Indonesia sekaligus Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia(UI), Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A(K) menyatakan bahwa SEANUTS mempelajari tantangan pemenuhan gizi anak sebagai faktor penting bagi kesehatan serta tumbuh kembang optimal.
"Dalam SEANUTS II, kami meneliti kebiasaan sarapan yang ternyata berperan besar dalam menyediakan nutrisi penting bagi pertumbuhan anak," ujar Rini di kawasan Menteng, Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.
Rini menambahkan, hanya 32 persen anak usia 2 hingga 12 tahun di Indonesia yang mengkonsumsi sarapan dalam porsi cukup.
Menurut temuan SEANUTS II, sarapan bergizi dan beragam termasuk susu berhubungan erat dengan peningkatan kualitas diet anak.
"Secara umum, anak-anak yang minum susu saat sarapan memiliki asupan mikronutrien esensial yang lebih tinggi, khususnya Kalsium dan Vitamin D," jelas RIni.
Respons Pemerintah
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mendukung penuh upaya Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman yang mewajibkan industri pengolahan susu (IPS) untuk menyerap susu segar dalam negeri (SSDN) dari peternak lokal.
“Kebijakan ini adalah bentuk dukungan pemerintah terhadap peternak rakyat Indonesia,” ujar Andi Kompas.com, Selasa (12/11/2024).
Andi menjelaskan bahwa saat ini produksi susu segar dalam negeri hanya memenuhi sekitar 20 persen dari total kebutuhan industri pengolahan susu, yang setara dengan sekitar 750.000 ton.
Sebanyak 530.000 ton di antaranya disuplai oleh Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), yang terdiri dari 59 koperasi dan 44.000 peternak.
Alhasil, pemerintah menutupi kekurangan susu sekitar 80 persen dari impor.
Dijelaskan Andi, industri pengolahan susu nasional tumbuh rata-rata 5 persen per tahun, sedangkan produksi susu segar dalam negeri hanya berkembang sekitar 0,9 persen per tahun.
Hal ini menyebabkan ketergantungan pada impor susu yang semakin besar.
“Kami berharap Kementerian Pertanian (Kementan) dapat lebih intensif melakukan pembinaan kepada peternak sapi perah, mulai dari pemerahan, penyimpanan, hingga penanganan susu agar kualitas susu segar dalam negeri bisa memenuhi standar industri,” kata Agus.
Ironinya, susu di Boyolali justru tak bisa terserap di dalam negeri sendiri.
Sementara itu, Kementerian Pertanian (Kementan) kini telah melarang lima industri atau perusahaan susu dalam negeri untuk impor susu.
Hal ini dilakukan lantaran menanggapi demonstrasi di Boyolali, Jawa Tengah.
Namun, hal ini baru dilakukan untuk sementara waktu.
“Ada lima perusahaan, impornya kami tahan dulu,” kata Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman saat konferensi pers di kantor Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Senin (11/11/2024).
Adapun kelima perusahaan tersebut tak dijelaskan Amran.
“Kami tahan izinnya sampai semua kondusif di seluruh Indonesia. Kalau dari lima itu ada yang masih mencoba (impor), aku cabut izinnya, dan tidak boleh impor lagi."
“Itu ketegasan kami dari kementerian, karena kami tidak ingin ini antara peternak dan industri tidak bergandengan tangan,” ujar Amran.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Dennis Destryawan/M Alivio Mubarak Junior)(Kompas.com)