TRIBUNNEWS.COM - Priyanto adalah mantan perwira menengah (Pamen) di dalam Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) dengan pangkat terakhir Kolonel Infanteri.
Priyanto dipecat dari institusi TNI AD karena terjerat kasus pembunuhan berencana sejoli bernama Handi Saputra dan Salsabila di Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada 8 Desember 2021.
Selain dipecat dari TNI, Priyanto juga divonis hukuman pidana penjara seumur hidup oleh Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta.
Priyanto terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana, melakukan perampasan kemerdekaan orang lain, dan menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian.
Jabatan terakhir Priyanto sebelum dipecat yakni sebagai Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Komando Resor Militer (Korem) 133/Nani Wartabone, Kodam XIII/Merdeka.
Ia tercatat aktif menjabat sebagai Kasi Intel Korem 133/Nani Wartabone sejak 8 Juni 2020 hingga Desember 2021.
Perjalanan karier
Priyanto adalah lulusan Akademi Militer (Akmil) tahun 1994.
Seandainya tidak terjerat kasus pembunuhan, Priyanto bisa menyandang pangkat Brigadir Jenderal atau Brigjen atau jenderal bintang 1.
Baca juga: Membandingkan Hukuman Ferdy Sambo & Kolonel Priyanto: Sama-sama Libatkan Bawahan Habisi Nyawa Orang
Semasa dinasnya, Priyanto pernah bertugas dalam Operasi Seroja di Timor Timur.
Berkat tugas pengabdian itu, Priyanto berhasil meraih tanda jasa setya lencana kesetiaan 8 tahun, 16 tahun, 24 tahun, dan setya lencana seroja.
Priyanto juga sudah malang melintang berkarier sebagai prajurit TNI.
Ia merupakan anggota TNI dari kecabangan Infanteri, pasukan tempur darat utama yang terdiri dari prajurit pejalan kaki dengan dilengkap persenjataan ringan.
Di Infanteri, Priyanto memiliki tugas untuk melakukan pertempuran jarak dekat, serangan, pertahanan, dan pembersihan area.
Priyanto juga pernah mengemban beberapa jabatan strategis di TNI AD.
Ia tercatat sempat menjabat sebagai Komandan Kodim (Dandim) Gunungkidul sejak 2015 hingga 2016.
Semenjak itu, karier Priyanto makin meroket.
Pada tahun 2019, alumni Akmil 1994 ini diangkat menjadi Inspektur Utama Umum Inspektorat Kodam (Irutum Itdam) IV/Diponegoro.
Di tahun 2019 pula Priyanto naik pangkat dari Letnan Kolonel (Letkol) menjadi Kolonel.
Satu tahun kemudian, Priyanto dipercaya untuk mengisi kursi jabatan sebagai Kasi Intel Korem 133/Nani Wartabone Gorontalo.
Sayangnya, karier cemerlang Priyanto terpaksa harus terhenti karena kasus pembunuhan sepasang kekasih.
Itu membuatnya dipecat dengan tidak hormat dari TNI AD dan dipenjara seumur hidup.
Kasus pembunuhan berencana
Priyanto bersama dengan 2 anak buahnya, yakni Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Ahmad Soleh menabrak Handi dan Salsabila setelah hadir dalam rapat evaluasi intel di Markas Pusat Zeni Angkatan Darat, Jakarta, 6-7 Desember 2021.
Peristiwa itu terjadi di Nagreg, Bandung, Jawa Barat, pada 8 Desember 2021.
Baca juga: Detik-detik Kolonel Priyanto Disoraki Warga saat Rekonstruksi di Nagreg: Diborgol & Berbaju Tahanan
Saat itu, Priyanto bersama 2 anak buahnya melewati Nagreg hendak menuju Yogyakarta menggunakan mobil Isuzu Panther.
Sekitar pukul 15.30 WIB, mobil itu bertabrakan dengan motor Satria FU yang dikendarai Handi dan Salsabila.
Priyanto memerintahkan anak buahnya untuk membuang kedua korban meski ia mendapat saran untuk membawa Handi dan Salsabila ke rumah sakit terlebih dulu.
Namun, hal itu tidak digubris Priyanto.
Kedua korban kemudian dibuang ke Sungai Serayu.
Handi dibuang dalam keadaan masih hidup.
Sementara itu, Salsabila dibuang dalam keadaan sudah meninggal.
Dikutip dari Kompas.com, dalam persidangan di pengadilan, Priyanto dinilai telah melanggar Pasal Primer 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang Penyertaan Pidana, Subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan juncto Pasal 55 Ayat (1 ) KUHP, subsider kedua Pasal 333 KUHP Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Subsider ketiga Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud Menyembunyikan Kematian jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Atas perbuatannya, Priyanto divonis pidana penjara seumur hidup dan dipecat dari institusi TNI AD.
Dalam nota pembelaan atau pleidoi yang dibacakan pada 10 Mei 2022, Priyanto menolak dakwaan pembunuhan berencana dan penculikan.
Hal itu disampaikan kuasa hukum Priyanto, Letda Chk Aleksander Sitepu.
Dakwaan yang ditolak kubu Priyanto yaitu dakwaan kesatu primer Pasal 340 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pembunuhan Berencana dan dakwaan kedua alternatif pertama Pasal 328 KUHP juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP tentang Penculikan.
"Menyatakan bahwa terdakwa Kolonel Infanteri Priyanto tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh Oditur Militer Tinggi pada dakwaan kesatu primer Pasal 340 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP dan dakwaan kedua alternatif pertama Pasal 328 KUHP juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP," ujar Aleksander membacakan pleidoi, dikutip Tribunnews.
Baca juga: Mayjen TNI Anumerta I Gusti Putu Danny Nugraha Karya
Kuasa hukum juga memohon kepada majelis hakim agar hukuman terhadap kliennya diringankan.
Aleksander mengatakan, Priyanto telah berusaha menjalani proses hukum dengan sikap baik.
"Terdakwa tetap tegar menghadapi hari-hari dalam menjalani proses peradilan yang melelahkan fisik dan jiwa," ujar Aleksander.
Aleksander juga meminta hakim melihat pengabdian Priyanto untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam Operasi Seroja di Timor Timur.
"Terdakwa pernah mempertaruhkan jiwa raganya untuk NKRI melaksanakan tugas operasi di Timor Timor. Terdakwa belum pernah dihukum," kata Aleksander.
Aleksander menambahkan, terdakwa sangat sopan dan sangat mengindahkan tata krama militer, sangat berterus terang, tidak bertele-tele, dan sangat kooperatif selama persidangan.
"Terdakwa merupakan kepala rumah tangga dan tulang punggung keluarga sehingga masih mempunyai beban tanggung jawab terhadap empat orang anak yang cukup berat bagi terdakwa beserta keluarganya."
"Terdakwa sangat menyesali perbuatannya dan tidak akan mengulangi lagi," ujar Aleksander.
Priyanto mengaku bersalah karena telah membuang Handi dan Salsabila.
Itu disampaikannya dalam pleidoi.
"Kami sangat menyesali apa yang kami lakukan, dan kami sangat merasa bersalah, sangat-sangat merasa bahwa kami sudah merusak institusi TNI, khususnya TNI AD," kata Priyanto.
Priyanto juga mengungkapkan belum sempat meminta maaf kepada keluarga korban.
"Saat ini saya berusaha menyampaikan permintaan maaf," ujar Priyanto, waktu itu.
Baca juga: Jenderal TNI Purn. Dr. H. Moeldoko, S.I.P., M.A.
"Apa yang kami lakukan memang sangat-sangat bodoh sekali, perbuatan yang betul-betul tidak baik sekali, dan saya harapkan ini bagi saya yang pertama dan terakhir, tidak melakukannya lagi," tutur Priyanto.
Priyanto berharap, permintaan maafnya diterima keluarga korban.
Sementara itu, kuasa hukum Priyanto yang lain, Mayor Chk Tb Harefa, mengatakan, kliennya sudah ikhlas dipecat dari institusi TNI AD.
"Soal cabut (dari) dinas TNI, kami sudah sepakat. Artinya kami sudah ikhlas, dari terdakwa juga. Terdakwa sudah terima karena rasa penyesalan tadi terhadap TNI," ujar Harefa.
Di Jakarta bersama Lala Selama beraktivitas di Jakarta, Priyanto ternyata membawa seorang perempuan bernama Lala.
Hal itu terungkap setelah majelis hakim bertanya mengapa para terdakwa singgah di Cimahi, Jawa Barat.
Persinggahannya ini ternyata untuk menjemput Lala yang belakangan diketahui merupakan teman perempuan Priyanto.
“Setahu saya, teman perempuan (Kolonel Inf Priyanto),” kata Andreas.
Selingkuh
Kolonel Priyanto juga terungkap memiliki selingkuhan seorang wanita asal Cimahi bernama Nirmala Sari alias Lala.
Sebelum insiden tabrakan dengan Handi Saputra dan Salsabila, Priyanto ternyata tidur sekamar dengan Lala di Hotel Holiday Inn dan Hotel 88, Jakarta.
Setelah selesai mengikuti rapat koordinasi, Priyanto bersama rombongan kemudian pulang menuju Bandung dan menginap di Hotel Ibis.
Di Hotel Ibis, Priyanto juga tidur sekamar dengan Lala.
Setelah selesai menginap, selanjutnya Priyanto memulangkan Lala ke Cimahi dan kembali melanjutkan perjalanan pulang menuju Sleman.
Di perjalanan inilah rombongan Priyanto menabrak Handi dan Salsa yang kemudian jasadnya dibuang ke Sungai Serayu, Jawa Tengah.
(Tribunnews.com/Rakli Almughni)