Laporan Wartawan Tribunnews.com Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pertanian organik atau organis menjadi tren yang berkembang pesat di masa kini seiring meningkatnya kesadaran pentingnya menjaga kesehatan manusia dan lingkungan.
Pertanian organik sendiri merupakan sistem pertanian yang memanfaatkan metode alami tanpa penggunaan bahan kimia sintetis seperti pestisida dan pupuk buatan.
Sistem ini mengutamakan keseimbangan ekosistem, menjaga kesuburan tanah, serta mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Dalam pertanian organik, petani biasanya menggunakan pupuk kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, dan pestisida alami, serta teknik rotasi tanaman untuk menjaga tanah tetap subur dan sehat.
Baca juga: Novotel & ibis Styles Jakarta Mangga Dua Square Kembangkan Pertanian Organik Berkonsep Urban Garden
Di Indonesia sendiri, lahan kebun yang didirikan tahun di pertengahan tahun 1980-an menjadi satu pionir pertanian organik di Indonesia.
Agatho Organic Farm didirikan oleh pastor Agatho Elsener OFMCap, seorang misionaris asal Swiss yang telah berkomitmen untuk mengembangkan pertanian berkelanjutan sejak tahun 1960.
Saat itu keluhan petani adalah sulit menghalau serangan hama sehingga menyebabkan gagal panen dan juga penggunaan pengendali nabati atau disebut pestisida yang berdampak terhadap kesehatan petani.
Ternyata, dampak pengendali nabati juga berdampak buruk bagi lingkungan sekitar, alhasil ketika mendirikan Agatho Organic Farm, Pastor Agatho juga konsisten menerapkan pertanian organis di Cisarua, Bogor pada tahun 1984.
Ketua Yayasan Bina Sarana Bakti, Wahyudi Susanto mengatakan, Pastor Agatho mendirikan Pusat Pengembangan Organis dengan nama Yayasan Bina Sarana Bakti untuk memperkenalkan pertanian organis.
“Organis yang dimaksud adalah alat kerja, yang berasal dari bahasa Yunani, yakni organon. Kata dasarnya, Ergon, artinya pekerjaan sehingga, dapat diartikan organis adalah alat kerja yang bekerja untuk organisme agar tercapai harmonisasi antara alam dan manusia,” urai Wahyudi.
Pastor Agatho, kata Kepala Produksi Agatho Organic Farm Eji Suradji, mempelajari pertanian organis secara khusus di Swiss.
“Pastor Agatho juga terinspirasi tulisan buku The One-Straw Revolution atau diterjemahkan dalam bahasa Indonesianya adalah Revolusi Sebatang Jerami karya Masanobu Fukuoka, pelopor pertanian organis di Jepang," katanya.
Disebutkan ertanian itu bukan teknik bertani saja, namun sikap yang menghargai alam dan seisinya.
"Misalnya saja, tidak menggunakan pengendali nabati, namun menggunakan pupuk dari sumber alam, seperti pupuk kandang dari kotoran ayam, misalnya,” ujar Eji.
Sayuran yang dihasilkan seperti wortel, lobak, selada sempat ke Singapura pada tahun 2001-2003.
Baca juga: Rangkul Para Petani Muda, Orang Muda Ganjar Jabar Gelar Pelatihan Pertanian Organik
Bendahara Yayasan Bina Sarana Bakti Christiana Citra Nariswari menyebutkan bahwa luas lahan kebun organik ini mencapai 13,8 hektar yang meliputi tanah dan bangunan.
“Jumlah petani yang mengelola berjumlah 68 orang, yang terdiri dari 38 orang karyawan plus 30 petani plasma. Istilah petani plasma ini para petani yang khusus direkrut di luar karyawan, biasanya mereka pernah bekerja di Agatho Organic Farm. Para petani ini bertugas mengelola plasma, menanam, merawat dan panen setiap Senin dan Kamis,” imbuh Citra.
Sekretaris Yayasan Bina Sarana Bakti Apri Larastio mengatakan, kebun tanaman organik ini adalah pionir pertanian organis di Indonesia dan hingga kini konsisten menerapkan pertanian organis.
Kata organis ini merujuk pada pertanian yang mempedulikan makhluk hidup lainnya.
Sebagai contoh, lanjut Apri, Jika pada pertanian konvensional menggunakan pengendali nabati untuk membasmi semua hama, sedangkan pada pertanian organis itu tidak ‘membunuh’ makhluk lain, tetapi membiarkan hama untuk ‘kenyang’ dengan sendirinya.
"Ada cara lain lagi menggunakan pengendali alami seperti menggunakan urine kelinci atau sapi yang disiram ke tanah juga ampuh menghalau hama," katanya.
Selain tanaman, ada pula hewan-hewan yang terintegrasi dengan organis karena kotorannya dapat digunakan sebagai pupuk alami, seperti ayam, angsa, kambing, kelinci, dan sapi.
Eji memaparkan bahwa pengelolaan kebun pertan organik ini secara holistik, yaitu merancang dan menata dari hulu ke hilir semua penataan sayuran.
Misalnya, ukuran yang seragam (1x10 meter) yang dirancang untuk mempermudah estándar administrasi. Dari lahan tersebut dapat menghasilkan minimal 15-25 kg sayuran.
“Setiap panen dalam dua kali seminggu (tiap Senin dan Kamis) dapat menghasilkan 600 kg sayuran. Sekitar 150 hingga 300 kg dijual bebas. Sedangkan, sisa panen dijual ke agen-agen,” ujar Eji.
Diakui Eji, permintaan terbanyak sayuran Agatho ini berasal dari Jakarta karena kualitas sayuran Agatho Organic Farm ini terjaga kesegarannya. Apalagi, sayuran organis ini baik untuk proses recovery dari sakit.
“Saat ini terdapat tiga kategorisasi produk yang dijual, yakni kategori produk segar; produk olahan seperti tape, kerupuk singkong, dan selai wortel; dan livestock, yaitu hasil peternakan telur ayam dan angsa,” sambung Eji.
“Ke depannya, Agatho Organic Farm akan mendirikan kafe organis di kawasan tersebut agar masyarakat dapat menikmati hasil panen Agatho secara langsung,” kata Wahyudi.
5 Prinsip dalam pertanian organik:
1. Penggunaan Bahan Alami : Hanya bahan alami yang diperbolehkan, misalnya kompos, pupuk kandang, dan bahan-bahan organik lainnya.
2. Kesehatan Tanah dan Tanaman : Fokus pada pengembalian nutrisi alami ke tanah, sehingga tanaman dapat tumbuh lebih sehat dan tahan terhadap penyakit.
3. Keberlanjutan dan Daur Ulang : Semua limbah dari proses pertanian diupayakan untuk didaur ulang, termasuk sisa tanaman dan limbah organik lainnya.
4. Pengendalian Hama Alami : Petani organik menggunakan metode pengendalian hama alami seperti predator alami, tanaman pengusir hama, dan pestisida organik dari bahan nabati.
5. Kesejahteraan Hewan : Jika ada peternakan, hewan harus diberi makanan organik dan diperlakukan dengan etika tinggi.