TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung buka suara soal tudingan tim kuasa hukum Tom Lembong yang menyebut dua ahli hukum pidana yang dihadirkan di sidang praperadilan melakukan plagiat saat berikan keterangan tertulis.
Terkait hal ini sebelumnya Tom Lembong melalui kuasa hukumnya yakni Ari Yusuf Amir mengatakan, ahli pidana dari Universitas Soedirman Hibnu Nugroho dan Taufik Rachman dari Universitas Airlangga dianggap telah menjiplak keterangan tertulis yang mereka buat.
Sebab kata dia terdapat kemiripan bentuk mulai dari tulisan hingga tanda baca dalam keterangan tertulis yang dibuat oleh Hibnu dan Taufik.
Menyikapi hal ini Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Harli Siregar menilai bahwa yang dituduhkan oleh kubu Tom Lembong itu tidak berdasar dan terkesan keliru.
"Kami menegaskan bahwa tuduhan plagiat ini adalah upaya yang keliru dalam memahami proses hukum dan peran pendapat ahli di persidangan," kata Harli dalam keteranganya, Selasa (26/11/2024).
Harli pun menjelaskan bahwa setidaknya terdapat lima poin yang menyatakan tuduhan kubu Tom Lembong itu keliru.
Pertama kata dia, pendapat yang diajukan kedua ahli itu sebagai hanya sekadar pointer dan bukan sebagai bentuk bukti tertulis yang dikemukakan di persidangan.
Hal itu pun kata dia juga sebagai tindaklanjut atas perintah Hakim Tunggal Tumpanuli Marbun untuk membuat efisien jalannya persidangan.
"Pointer tersebut bukan alat bukti surat sebagaimana diatur dalam KUHAP, melainkan referensi bagi Hakim dan pihak-pihak terkait," ucap Harli.
Sedangkan dalam poin kedua, Harli mengatakan pada pendapat tertulis itu juga memiliki perbedaan baik dari segi jumlah halaman maupun pokok bahasan.
Adapun lanjut Harli pendapat tertulis yang disajikan oleh Hibnu terdiri dari lima halaman dan sembilan pokok pembahasan. Sedangkan pendapat dari Taufik Rahman mencakup tujuh halaman dengan 18 pokok persoalan.
"Hal ini menunjukkan adanya perbedaan substansi, meskipun terdapat kesamaan pandangan dalam beberapa aspek, seperti dasar hukum penetapan tersangka yang mengacu pada PERMA Nomor 4 Tahun 2016 dan Putusan MK Nomor: 21/PUU-XII/2014," jelasnya.
Pada poin selanjutnya, menurut Harli, bahwa nilai hukum yang dijelaskan kedua ahli tersebut terletak pada pernyataan yang mereka sampaikan secara langsung di muka persidangan.
Sehingga kata dia pendapat tertulis yang mereka buat di persidangan semata-mata hanya untuk menggarisbawahi terkait poin penting dari apa yang mereka terangkan di sidang.