News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi Truk Basarnas, Saksi Ungkap Kerja Sama Pengadaan Barang Berdasarkan Penawaran Fiktif

Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Saksi Aris pada Sidang kasus korupsi pengadaan truk angkut personel dan Rescue Carrier Vehicle Basarnas di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/12/2024).

Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saksi pejabat fungsional barang dan jasa Basarnas, Aris Gunawan Wicaksono mengungkapkan pengadaan barang di Basarnas dari CV Delima Mandiri dan PT Omega Raya berdasarkan penawaran fiktif. 

Adapun hal itu disampaikan Aris pada sidang kasus korupsi pengadaan truk pengangkut personel dan Rescue Carrier Vehicle Basarnas tahun 2014 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/12/2024). 

Ia bersaksi untuk terdakwa mantan Sekretaris Utama (Sestama) sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Basarnas, Max Ruland Boseke. 

Kemudian terdakwa Direktur CV Delima Mandiri, William Widarta, dan terdakwa Anjar Sulistyono selaku Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas sekaligus pejabat pembuat pembuat komitmen (PPK) Basarnas tahun anggaran 2014.

"Saudara di poin dua mengatakan begini, selanjutnya dari usulan paket pekerjaan tahun depan tersebut, diserahkan kepada Kepala Subdipresentera Disarpras saat itu dijabat oleh saudara Anjar Sulistyono," kata jaksa KPK dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/12/2024).

"Kemudian diteruskan kepada Kepala Saksi Perencana yang saat itu, tahun 2013 dijabat oleh Saudara Ali Jahidi. Dan pada tahun 2014 dijabat oleh Saudara Suhardi," lanjut dia. 

Baca juga: Mantan Hakim Agung: Proses Hukum Koneksitas Lebih Tepat dalam Perkara Korupsi Basarnas

Kemudian kata jaksa KPK saksi selaku staf perencana dipanggil bersama Mahfud Afandi, dan Hafid Rahmadi. 

"Memerintahkan untuk menyusun dokumen term of reference atau TOR dan RAB. Saat itu terdapat pembagian tugas yaitu, saya ditugaskan untuk penyusunan dokumen pengadaan nantinya, sedangkan saudara Mahfud Afandi dan Saudara Hafid Rahmadi menyusun TOR dan RAB," terangnya. 

Mendengar paparan jaksa, saksi Aris membenarkan bila sejak awal dokumen pengadaan dan TOR dan RAB sudah diminta. 

Jaksa KPK pun mengungkap saksi Riki Hasanah diperintah utuk komunikasi dengan rekanan penyedia kendaraan penyusunan TOR dan RAB.

Aris pun membenarkan keterangan jaksa tersebut.

Baca juga: Mantan Hakim Agung: Proses Hukum Koneksitas Lebih Tepat dalam Perkara Korupsi Basarnas

"Benar," jawab Aris. 

Aris pun mengungkap Riki Hasanah ditugaskan untuk menyiapkan spesifikasi teknis, RAB, dan brosur. 

"Maksudnya di sini saudara kan ada menjelaskan surat penawaran fiktif untuk penyusunan TOR nih ya. Saudara juga ada menerima kelengkapan TOR ya, ada menerima juga brosur, apa namanya? Surat penawaran," kata jaksa KPK. 

"Maksudnya bisa dijelaskan tidak? Surat penawaran, apa keperluan surat penawaran itu untuk penyusunan TOR itu?" tanya jaksa. 

"Untuk data dukung, sama dengan sesuai tadi yang dijelaskan Pak Mahfud," jawab Aris. 

Kemudian kata jaksa KPK terkait penawaran fiktif, jaksa mengungkap keterangan saksi dalam BAP. 

"Di dalam BAP saudara ada menyebutkan surat penawaran itu adalah fiktif dari rekanan," tanya jaksa KPK. 

Jaksa KPK lalu membacakan BAP Aris di persidangan. 

"Coba saya baca lain lagi ya. Di BAP nomor 10 ya, dapat saya jelaskan bahwa dalam pembuatan surat pendukung berupa surat penawaran fiktif dari rekanan tersebut, saya meminta bantuan kepada Saudara Riki Hansah selaku marketing Delima Mandiri Group untuk menyiapkan data pendukung dari beberapa perusahaan," kata Jaksa KPK. 

"Kemudian Saudara Riki Hansah memberikan surat penawaran dari para rekanan tersebut kepada saya langsung di kantor Basarnas. Bahwa saya tidak mengetahui bagaimana prosesnya Riki Hansah membuat surat rekayasa penawaran dari CV DeLima Mandiri dan PT Omega Raya," tegas Jaksa KPK.

Mendengar keterangan tersebut, saksi pun membenarkannya.

"Siap seperti itu betul," jawab Aris. 

Adapun dalam perkara ini, Mantan Sekertaris Utama (Setama) Badan Sar Nasional (Basarnas) Max Ruland Boseke didakwa telah merugikan keuangan negara senilai Rp 20,4 miliar terkait kasus pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014.

Kerugian itu muncul akibat dugaan korupsi pengadaan truk pengangkut personel yang memiliki nilai Rp 42.558.895.000 dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014 Rp 43.549.312.500.

Pada sidang perdana itu digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (14/11/2024).

Dalam dakwaannya, Jaksa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Max Ruland diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama dua terdakwa lainnya yakni William Widarta selaku CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikaya Abadi Prima dan Anjar Sulistyono selaku Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas sekaligus pejabat pembuat pembuat komitmen (PPK) Basarnas tahun anggaran 2014.

"Telah turut serta atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan secara melawan hukum," kata Jaksa KPK Richard Marpaung di ruang sidang.

Dalam surat dakwaannya, Jaksa menyebutkan, bahwa perbuatan tersebut dilakukan oleh Max Ruland dan dua terdakwa lainnya pada tahun 2013 hingga 2014.

Dimana kata Richard perbuatan yang dilakukan di Kantor Basarnas RI, Kemayoran, Jakarta Pusat itu telah memperkaya Max Ruland Boseke yakni Rp 2,5 miliar dan William Widarta sebesar Rp 17,9 miliar.

"Dalam pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014 memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya William Widarta sebesar Rp 17.944.580.000,00 dan memperkaya terdakwa Max Ruland Boseke sebesar Rp 2.500.000.000,00 yang dapat merugikan negara sebesar Rp 20.444.580.000,00," jelas Jaksa.

Kemudian Richard menjelaskan bahwa Max dan Anjar diduga mengarahkan William selaku pemenang lelang pengadaan truk tahun 2014 untuk menaikkan harga penawaran sebesar 15 persen.

Yang dimana penawaran 15 persen itu dengan rincian 10 persen untuk dana komando dan 5 persen sisanya untuk perusahaan pemenang lelang.

Selain itu Richard menuturkan, bahwa dari nilai pengadaan truk Rp 42.558.895.000 itu diketahui jumlah yang benar-benar digunakan hanya senilai Rp 32.503.515.000.

Alhasil kata dia terdapat selisih angka kelebihan bayar yaitu senilai Rp 10.055.380.000.
Sedangkan terkait pembelian pengadaan Rescue Carrier Vehicle hanya sebesar Rp 33.160.112.500 yang benar-benar digunakan dari anggaran yang telah ditandatangani yaitu Rp 43.549.312.500.

Sehingga lanjut Richard terdapat selisih sebesar Rp 10.389.200000 dari nilai pembelian peralatan tersebut.

"Yang mengakibatkan kerugian keuangan negara seluruhnya Rp Rp 20.444.580.000,00 sebagaimana laporan investigasi dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengadaan truk angkut personel 4WD dan pengadaan Rescue Carrier Vehicle pada Badan Sar Nasional (Basarnas) tahun 2014 yang dibuat Tim Auditor Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI tanggal 28 Februari 2024," pungkasnya.

Akibat perbuatannya Max Ruland Boseke Cs didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini