Mantan Pangdam V/Brawijaya itu terbukti bersalah dalam kasus ini karena menguntungkan diri sendiri.
Selain itu Djaja juga didenda Rp 30 juta subsider tiga bulan dan uang pengganti sebesar Rp 13.219.630.500 subsider enam bulan.
Vonis ini lebih berat dibanding tuntutan Oditur Militer Tinggi yang menuntut terdakwa dengan hukuman penjara tiga tahun, denda Rp1 miliar, dan membayar uang pengganti Rp 13.219.630.500.
Selama persidangan, Djaja tak terlihat tegang.
Ia malah sering tersenyum ketika ada putusan yang dirasakan tak sesuai dengan pleidoi yang diajukannya.
Djadja Suparman juga terlihat fokus menyimak berkas putusan majelis hakim sejak pagi hingga malam hari.
Ketika keluarganya datang dan duduk di bangku pengunjung, Djaja sempat melempar senyum dan bercanda pada mereka.
Adapun dalam amar putusan, beberapa hal menjadi pertimbangan majelis hakim sehingga terdakwa divonis empat tahun penjara.
Majelis hakim tak sependapat dengan pendapat penasehat hukum yang termuat dalam pleidoi beberapa waktu lalu, seperti pendapat bahwa untuk kriteria kerugian negara yang menentukan BPK.
Hanya saja ini tak dilakukan penyidik sehingga kasus ini bukan pidana korupsi.
"Kami tak sependapat dengan ini karena ini dikuatkan dengan keterangan saksi ahli dari BPK," kata Hidayat Manao, dikutip dari Tribunnews.
Pada amar putusan, hakim melihat bahwa dakwaan primer tak terbukti.
Dengan begitu, dalam amar putusan itu, hakim telah membuktikan bahwa dakwaan subsider terbukti dengan jeratan Pasal 1 Ayat 1 huruf b UU Tipikor.
Sedangkan pertimbangan yang meringankan adalah terdakwa telah berjasa dalam militer dan telah terima jasa penghargaan.
Sedang yang memberatkan adalah terdakwa tak merasa bersalah dan menyesali perbuatannya.
(Tribunnews.com/Rakli Almughni)