Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk langsung memutuskan gugatannya tanpa mendengarkan keterangan dari pemerintah atau presiden.
Permintaan tersebut disampaikan Boyamin dalam sidang perbaikan permohonan perkara nomor 160/PUU-XXII/2024 di MK, Jakarta, pada Rabu (11/12/2024).
Dalam sidang tersebut, Boyamin berharap proses sengketa ini bisa dipercepat tanpa harus menunggu keterangan dari pihak lain, seperti DPR dan pemerintah.
Mengingat di satu sisi MK bakal disibukkan dengan sengketa Pilkada 2024.
Boyamin mengajukan permohonan berdasarkan Pasal 54 Undang-Undang MK yang memungkinkan MK untuk langsung mengeluarkan putusan tanpa mendengar keterangan tambahan.
“Berdasarkan Pasal 54 UU MK yang mulia, jadi mohon langsung putusan saja yang mulia, tidak mendengar keterangan DPR dan pemerintah yang mulia,” ujar Boyamin.
Menanggapi permintaan Boyamin, hakim Saldi Isra mengatakan perbaikan permohonan yang disampaikan sudah diterima dan akan dibahas dalam rapat pleno hakim yang dihadiri minimal tujuh hakim.
Saldi juga menambahkan ihwal keputusan akhir akan disampaikan kepada pemohon setelah melalui rapat tersebut.
“Nanti dipertimbangan, akan kami sampaikan di RPH (Rapat Permusyawaratan Hakim),” ujar Saldi.
Perubahan Petitum Gugatan
Dalam sidang tersebut, Boyamin mengungkapkan perubahan dalam petitum perkara yang sebelumnya diajukan.
Petitum pada perkara 160/PUU-XXII/2024 mengalami perubahan sebagai berikut:
Sebelum perubahan, petitum yang diajukan menyatakan bahwa kata "Presiden" pada Pasal 30 Ayat (1) dan kata "Pemerintah" pada Pasal 30 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat.
Kata-kata tersebut dinilai tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat jika tidak dimaknai dengan frasa tambahan terkait masa jabatan Presiden dan Pemerintah yang sama dengan calon pimpinan KPK dan calon Dewan Pengawas KPK.
Setelah perbaikan, petitum yang diajukan diubah menjadi lebih spesifik. Perubahan ini menyatakan bahwa frasa "Presiden" pada Pasal 30 Ayat 1 UU 30 dan frasa "Pemerintah" pada Pasal 30 Ayat 2 hanya sah dan memiliki kekuatan hukum jika dimaknai bahwa Presiden dan Pemerintah hanya menyerahkan hasil seleksi calon pimpinan KPK kepada DPR dan membentuk pansel dengan masa jabatan yang sama dengan calon pimpinan KPK dan calon Dewan Pengawas KPK.