Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejak lima tahun lalu Unesco memberikan pengakuan kepada tradisi pencak silat sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb).
Sejak pengakuan UNESCO di 2019 lalu, pengembangan dan pelestarian dari tradisi pencak silat dilakukan dengan inisiatif dari para tokoh, sesepuh, guru-guru silat, perguruan, aliran dan organisasi pencak silat di Indonesia dan di seluruh dunia.
Partisipasi aktif para pemangku kebudayaan ini diharapkan mampu menjaga warisan budaya Indonesia tersebut.
"Dengan kebanggaan pula, saya bisa melaporkan pada UNESCO bahwa tradisi pencak silat tetap dan akan selalu lestari dan berkembang dengan peran serta hadirin insan Pencak Silat dihadapan saya ini," kata Menteri Kebudayaan Dr Fadli Zondi pembukaan Haul Penetapan Tradisi Pencak Silat oleh Komite Warisan Budaya Takbenda oleh Unesco di Padepokan Pencak Silat Pakubumi, Cipayung Datar, Kabupaten Bogor.
"Hari ini kita peringati lima tahun pencak silat diakui dunia. Atas perjuangan tokoh-tokoh dan organisasi silat serta dukungan pemerintah, pencak silat saat ini menyebar ke banyak negara.
Ini bukti dan realisasi dalam memajukan pencak silat sebagai kebudayaan Indonesia yang menyebar dan memberikan kontribusi kepada dunia," ujar Fadli Zon.
Baca juga: Lewat Nyaba Jakarta, Rano Karno Berniat Jadikan Pencak Silat sebagai Ekskul Wajib di Sekolah
Menurut dia, kegiatan ini menjadi momen penting untuk mempererat hubungan antara komunitas dan organisasi pencak silat dengan pemerintah, sekaligus membuka ruang diskusi tentang upaya pelestarian dan perlindungan tradisi pencak silat sebagai salah satu warisan budaya nasional.
Fadli Zon menyebutkan tradisi pencak silat bahkan disebut dalam berbagai bahasa daerah di Indonesia.
Mengutip dari naskah nominasi 2019 lalu, Tradisi Pencak Silat adalah satu-satunya nominasi Warisan Budaya Takbenda Indonesia yang memiliki 28 penyebutan nama yakni pencak, silat, silek di Sumatera Barat), pence di Banten, kuntau di Kalimantan, amanca, pakuttau di Sulawesi, serta kuntuh di Nusa Tenggara Barat.
Fadli Zon juga menegaskan, perlunya dokumentasi dan digitalisasi yang dibantu oleh masyarakat dan komunitas, sebuah buku yang komprehensif dalam mengenalkan silat.
"Kedepannya kita akan mengupayakan bagaimana Pencak Silat kembali menjadi bagian tradisi budaya dan olahraga bagi generasi muda dengan masuk kurikulum sekolah baik pendidikan formal dan informal," ujarnya.
Ini karena pencak silat merupakan produk budaya yang menggambarkan character building, mulai dari kejujuran, saling pengertian, kerendahan hati, hingga olah fisik.
Perlu juga untuk memanfaatkan teknologi dan media digital untuk mengenalkan Pencak Silat sebagai warisan budaya yang relevan dengan perkembangan zaman serta menjalin kerjasama antarsektor baik di dalam dan luar negeri untuk menguatkan posisi silat di dunia.
Eddie Nalapraya, sesepuh pencak silat dan juga mantan Ketua IPSI dan Persekutuan Silat Dunia, menyebutkan pengakuan Unesco terhadap pencak silat merupakan aksi penting bagi masyarakat, bahwa pencak silat berkembang dari masa ke masa sebagai budaya bangsa.
Kegiatan haul ini dihadiri Ketua Umum Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI), perwakilan Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO, perwakilan akademisi dari Universitas Indonesia, dan perwakilan-perwakilan Pencak Silat Tradisi se-Indonesia.
Diantaranya, PPS Putra Betawi, Kampung Silat Jampang, PPS Cimande, PS Mustika Kwitang, PS Beksi Utara Pancar, serta PSRI Syah Bandar.
Hadir pula perwakilan dari perguruan-perguruan besar pencak silat seperti Setia Hati Terate, Merpati Putih, Pager Nusa dan Tapak Suci.