TRIBUNNEWS.COM - Eks Kabareskrim, Komjen Pol (Purn) Susno Duadji mendukung dan mengapresiasi tujuh terpidana kasus pembunuhan terhadap Vina dan pacarnya, Eky tidak mengajukan pengampunan atau grasi.
Menurutnya, sikap para terpidana itu adalah kesatria dan lebih baik ketimbang para hakim yang menjatuhkan vonis penjara seumur hidup kepada mereka.
"Saya menghargai, ya. Itu mereka ksatria. Daripada dibebaskan tapi harus mengaku padahal dia tidak melakukan, maka lebih baik mati dan busuk di penjara, ya bagus."
"Jadi, dia lebih mulia dari hakim yang sembarang menjatuhkan hukuman itu," katanya dalam program On Focus di YouTube Tribunnews, Selasa (17/12/2024).
Susno mengatakan sikap para terpidana ini akan dibalas saat berada nanti di akhirat.
Lebih lanjut, Susno mengungkapkan telah bertemu dengan tujuh terpidana pasca ditolaknya permohonan Peninjauan Kembali (PK) oleh Mahkamah Agung (MA) pada Senin (17/12/2024).
Dia menyebut dirinya dan kuasa hukum para terpidana kaget akan putusan MA tersebut.
Menurutnya, putusan penolakan PK itu diluar nalar serta sebagai tragedi di peradilan Indonesia.
"Semua kaget. Di luar nalar (penolakan PK oleh MA). Yang lain menyatakan, ini tragedi hukum."
"Kita yakin betul hakim yang menyidangkan kasus ini tidak tahu kasus, tidak tahu peristiwa, tidak pernah melihat media sosial, atau sengaja buta dan tuli," jelas Susno.
Baca juga: Susno Duadji Kagat PK Terpidana Kasus Vina Cirebon Ditolak: Aneh tapi Harus Diterima Kenyataan Pahit
Susno juga menjelaskan bahwa fokus saat ini dari pengacara adalah menenangkan keluarga para terpidana.
Terpidana Ogah Ajukan Grasi, Enggan Akui Bunuh Vina
Sebelumnya, kuasa hukum tujuh terpidana, Jutek Bongso, menyebut kliennya enggan mengajukan pengampunan atau grasi usai MA menolak permohonan PK mereka.
Jutek mengatakan tujuh terpidana tidak mau mengakui telah melakukan pembunuhan terhadap Vina.
Sebagai informasi, salah satu syarat agar grasi dikabulkan oleh presiden adalah terpidana mengakui telah melakukan perbuatannya melakukan tindak kejahatan.
"Mereka tidak mau melakukan langkah grasi, kenapa? Karena salah satu syarat grasi kan harus mengakui apa yang mereka perbuat," ujar Jutek pada Senin (16/12/2024).
"Kata mereka 'Kalau kami harus mengakui atas perbuatan pembunuhan itu padahal kami tidak melakukan, lebih bagus kami mati dan mendekam terus di penjara sampai mati, dan membusuk'. Mereka tidak mau (ajukan grasi)," sambungnya.
Jutek pun menyebut bakal mencari upaya lain agar ketujuh terpidana ini tetap bisa menghirup udara bebas setelah adanya putusan MA.
"Ya tentu secara konstitusi kami akan melakukan hak-hak konstitusi dari para terpidana," ucapnya.
Diketahui 7 terpidana kasus Vina Cirebon menangis setelah tahu PK yang mereka ajukan ditolak MA.
"Mereka menangis, manusiawi lah ya mereka sedih. Kami juga sebagai PH (penasihat hukum) sedih, kecewa pasti," kata Jutek.
Kendati pihaknya dan kliennya kecewa, Jutek mengaku tetap menghormati keputusan yang telah diambil Mahkamah Agung terkait PK tersebut.
Dirinya juga menekankan kepada kliennya tidak bisa melawan putusan hukum tersebut dengan cara-cara di luar jalur konstitusional.
"Tapi sekali lagi ini keputusan yang harus kita hormati bersama tidak bisa di luar hal-hal konstitusional, kita harus lawan secara hukum karena negara kita adalah negara hukum," ucapnya.
MA Tolak PK 7 Terpidana Kasus Vina
MA mengumumkan menolak PK yang diajukan tujuh terpidana kasus Vina Cirebon pada Senin (16/12/2024).
Juru Bicara MA Yanto menyampaikan, alasan adanya bukti baru atau novum dan kekhilafan hakim tidak terbukti dalam proses persidangan.
“Pertimbangan majelis dalam menolak permohonan PK tersebut antara lain tidak terdapat kekhilafan judex facti dan judex juris dalam mengadili para terpidana,” kata Yanto dalam konferensi pers di Gedung MA, Jakarta.
Selain itu, kata Yanto, bukti baru yang diajukan oleh para terpidana bukan merupakan bukti baru sebagaimana ditentukan dalam Pasal 263 Ayat (2) huruf a KUHAP.
“Dengan ditolaknya permohonan PK para terpidana tersebut, maka putusan yang dimohonkan PK tetap berlaku,” ucapnya.
Delapan permohonan PK itu terbagi dalam tiga perkara. Pertama, teregister dengan nomor 198/PK/PID/2024 dengan terpidana atas nama Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya.
Kemudian, PK lima terpidana atas nama Eka Sandy, Hadi Saputra, Jaya, Sudirman, dan Supriyanto yang teregister dengan nomor 199/PK/PID/2024.
Baca juga: PK Ditolak MA, Pengacara Terpidana Kasus Vina: Ini Bukan Kiamat, Ini Tragedi untuk Indonesia
Selain itu, ada perkara eks narapidana anak dengan nomor 1688 PK/PID.SUS/2024 atau Saka Tatal yang diadili oleh Hakim Agung Prim Haryadi.
Adapun perkara Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya diadili oleh Ketua Majelis PK Burhan Dahlan serta dua anggota majelis, Yohanes Priyana dan Sigid Triyono.
Majelis PK atas nama Eka Sandi, Hadi Saputra, Jaya, Sudirman, dan Supriyanto yaitu Burhan Dahlan serta dua anggota majelis, Jupriyadi dan Sigid Triyono.
Dalam kasus ini, total ada delapan orang terpidana. Tujuh di antaranya divonis penjara seumur hidup.
Sementara itu, Saka Tatal dihukum delapan tahun penjara. Saka Tatal kini sudah bebas murni.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Fahmi Ramadhan)
Artikel lain terkait Kematian Vina Cirebon