Laporan Wartawan Tribunnews.com Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Guru Belajar Foundation, Bukik Setiawan mengatakan, saat ini tujuan pendidikan yang seharusnya membangun karakter siswa tereduksi menjadi sifatnya administrasi.
“Kita sering mengatakan tujuan pendidikan kita adalah membangun karakter murid, karakter bangsa, tapi nyatanya karena banyak tuntutan dan tekanan,tujuan pendidikan direduksi menjadi yang sifatnya administrasi,” ungkap Bukik dalam keterangan tertulis, Senin (23/12/2024).
Dikatakannya, tujuan yang bersifat administratif adalah murid naik kelas, lulus atau mendapat nilai yang tinggi.
Baca juga: Gaji PPPK KemenpanRB 2024 Pendidikan SMP dan SMA
"Pencapaian ini membuktikan cita-cita guru dan murid hanya setinggi langit-langit ruang kelas," katanya.
Sebaliknya untuk mencapai cita-cita setinggi langit, Bukik menegaskan, tidak bisa diwujudkan dengan latihan soal atau mendapat nilai ujian yang tinggi.
"Guru seharusnya menyiapkan murid menghadapi tantangan dunia nyata melalui cara-cara yang bermakna," katanya.
Bukik mengatakan, dalam waktu dekat ini GBF melalui unit Cerita Guru Belajar menjadi kolaborator program AIA Healthiest Schools (AHS) akan mendampingi 100 sekolah menciptakan lingkungan belajar yang sehat dan menyenangkan.
Progran AHS ini sejalan dengan Gerakan Sekolah Sehat oleh Kemendikdasmen yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kesehatan dan pembelajaran murid.
Nantinya pendampingan dilakukan dalam bentuk mentoring project-based learning (PjBL) sehingga relevan dan kontekstual terhadap persoalan masing-masing sekolah.
Baca juga: Optimalkan Pengolahan Data di Lingkungan Pendidikan, Akademisi Kembangkan Platform Berbasis Web
"Melalui PjBL murid berkembang keterampilan dan karakternya karena mendapat kesempatan untuk belajar secara aktif dengan menyelesaikan masalah nyata yang menjadi keresahan mereka," katanya.
PjBL akan menjadi solusi untuk murid mengembangkan dan menunjukkan kompetensinya bahwa mereka bisa merancang dan menjadi solusi atas permasalahan nyata, mengkomunikasikan untuk meyakinkan masyarakat mengenai solusinya,” lanjutnya.
PjBL memungkinkan setiap sekolah seperti apapun profilnya dapat membuat projek bermakna sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya.
Contohnya seperti Eka Nurviana Fatma, guru SD N 1 Butuh Kabupaten Kediri yang turut menjadi narasumber sesi.
Sekolah Eka berada di wilayah desa dan berhasil melaksanakan projek yang membangun kesadaran murid mengenai gaya hidup sehat.
Dia mengatakan, muridnya sering mengeluh lapar meskipun masih pagi hari. Ternyata mereka tidak sempat sarapan di rumah dan tidak membawa bekal.
Keresahan Eka bertambah ketika mengetahui makanan instan dari kantin sekolah menjadi santapan sehari-hari para murid.
Dari masalah tersebut, dia mulai merancang projek yang mendorong murid untuk sadar pentingnya makanan bergizi.
Projek diawali dengan berbagai aktivitas riset lingkungan sekolah dan literatur sehingga murid bisa merumuskan sendiri masalahnya.
Sebelumnya, Eka juga mengingatkan untuk selalu mengkomunikasikan proses belajar murid ke orangtua.
“Ini pun perlu dikomunikasikan dengan orangtua untuk mendapat dukungan. Kemarin ternyata informasi dari murid dan orangtua berbeda. Kata muridnya, pagi-pagi lauk belum matang, ternyata dari orangtuanya mengatakan muridnya yang memang tidak mau sarapan dan bawa bekal,” ujar Eka.
Di tengah projek, mulai muncul berbagai ide solusi dari murid, salah satunya menanam sayur yang mudah di sekolah agar bisa menjadi lauk sehat untuk sarapan.
Dari satu aktivitas merawat tanaman ini murid belajar banyak, seperti tanggung jawab hingga literasi dan numerasi karena harus menganalisis pertumbuhan tanaman setiap hari.
“Lalu apa sih indikator keberhasilan projek ini? Indikatornya adalah konsistensi dan komitmen untuk hidup sehat berkelanjutan. Kuncinya kita sebagai guru harus sabar karena membangun konsistensi tidak mudah, ada saja tantangannya,” kata Eka.