TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Suparman Nyompa menyatakan bahwa terdakwa Harvey Moeis yang menginisiasi kerjasama alat pemrosesan penglogaman timah antara pihak smelter swasta dengan PT Timah.
Adapun hal itu disampaikan hakim Suparman pada sidang vonis terdakwa Harvey Moeis, Suparta, dan Reza Andriansyah dalam perkara korupsi tata niaga komoditas timah, Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (23/12/2024).
"Berdasarkan fakta hukum di atas terdapat perbuatan melawan hukum yang terjadi dalam kegiatan tata niaga komoditas timah di IUP PT Timah," kata hakim Suparman di persidangan.
Ia melanjutkan kegiatan penambangan di IUP PT Timah tidak menerapkan kaidah pertambangan yang baik.
"Peraturan Menteri ESDM nomor 26 tahun 2018 tentang pelaksanaan kaidah pertambangan yang baik. Dua pembelian bijih timah oleh PT Timah berasal dari IUP PT Timah," jelas hakim.
Selain itu majelis hakim juga menilai telah melihat peran dan perbuatan terdakwa Harvey Moeis dalam kegiatan tata kelola komoditas timah di IUP PT Timah. Sebagaimana disebutkan di atas dilakukan bersama-sama Suparta, Reza Andriansyah dll.
"Terdakwa Harvey Moeis dengan sepengetahuan Suparta, Reza Andriansyah, mengadakan pertemuan dengan Riza Pahlevi selaku Dirut PT Timah dan Alwin Albar selaku direktur operasi PT Timah. Dengan 28 pemilik smelter swasta untuk membahas permintaan Riza Pahlevi dan Alwin Albar atas bijih timah 5 persen dari kuota ekspor smelter swasta tersebut," kata hakim Suparman.
Ia melanjutkan karena bijih timah yang diekspor oleh smelter swasta merupakan hasil produksi bersumber dari penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.
"Terdakwa Harvey Moeis menginisiasi kerja sama sewa alat pemrosesan untuk penglogaman timah smelter swasta. Yang tidak memiliki kompetensi antara lain CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Santosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Internusa dengan PT Timah tanpa kajian," tandasnya.
Baca juga: Harvey Moeis: Kasus Timah Buat Target Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Presiden Prabowo Sulit Dicapai
Sebelumnya, Suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis dituntut 12 penjara dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah yang merugikan negara mencapai Rp 300 triliun.
Dalam tuntutannya, Jaksa penuntut umum (JPU) menilai Helena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Hal itu diatur dan diancam dengan pasal Pasal 2 ayat 1 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHAP sebagaimana dalam dakwaan kesatu.
Selain itu Jaksa juga menilai bahwa Harvey terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dan diancam pidana dengan Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 56 ke-1 KUHP.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 12 tahun," ujar jaksa saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/12/2024).
Selain dituntut pidana badan, Harvey juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan.
Tak hanya itu, ia juga dituntut pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
"Jika dalam waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 6 tahun," ujar jaksa.
Baca juga: Ini Kata Guru Besar IPB Soal Kerugian Lingkungan di Kasus Tata Niaga Timah
Adapun terkait kasus korupsi timah ini sebelumnya Jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Agung membeberkan sejumlah bentuk penyamaran uang pengamanan tambang timah di Bangka Belitung yang dilakukan Harvey Moeis, suami dari artis Sandra Dewi.
Dalam dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Rabu (14/8/2024) lalu, Harvey Moeis berperan mengkoordinir pengumpulan uang pengamanan dari para perusahan smelter swasta di Bangka Belitung.
Perusahaan smelter yang dimaksud ialah: CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
"Terdawa Harvey Moeis dengan sepengetahuan Suparta selaku Direktur Utama PT Refined Bangka Tin dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin meminta kepada CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan kepada terdakwa Harvey Moeis sebesar USD 500 sampai dengan USD 750 per ton," ujar jaksa penuntut umum di persidangan.
Uang pengamanan tersebut diserahkan para pemilik smelter dengan cara transfer ke PT Quantum Skyline Exchage milik Crazy Rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim.
Selain itu, uang pengamanan juga ada yang diserahkan secara tunai kepada Harvey Moeis.
Seluruh uang yang terkumpul, sebagian diserahkan Harvey Moeis kepada Direktur Utama PT Refined Bangka Tin, Suparta. Sedangkan sebagian lainnya, digunakan untuk kepentingan pribadi Harvey Moeis.
"Bahwa uang yang sudah diterima oleh terdakwa Harvey Moeis dari rekening PT Quantum Skyline Exchange dan dari penyerahan langsung, selanjutnya oleh terdakwa Harvey Moeis sebagian diserahkan ke Suparta untuk operasional Refined Bangka Tin dan sebagian lainnya digunakan oleh terdakwa Harvey Moeis untuk kepentingan terdakwa," kata jaksa penuntut umum.
Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.