TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Bengkulu, Surya Vandiantara, menilai Presiden Prabowo Subianto perlu turun tangan menunda kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen.
Kenaikan tarif PPN mulai 1 Januari 2025 memang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Namun ketentuan itu bisa dengan mudah diubah jika ada kemauan politik dari Presiden Prabowo lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2025.
“Tersedia ruang untuk pemerintah mengajukan RAPBN Penyesuaian apabila ada perubahan kebijakan-kebijakan fiskal," kata Surya, Kamis (26/12/2024).
UU HPP yang disahkan pada era Presiden Joko Widodo pun telah memberi ruang bagi perubahan tarif PPN.
Dalam pasal 7 ayat (3) UU HPP, diatur bahwa tarif PPN dapat diubah paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen.
Selanjutnya, dalam pasal 7 ayat (4) UU HPP dijelaskan bahwa perubahan tarif PPN diatur dengan peraturan pemerintah, setelah disampaikan oleh pemerintah kepada DPR untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan RAPBN.
"Pemerintahan Presiden Prabowo dapat menyesuaikan tarif PPN 12 persen melalui mekanisme APBN Perubahan," kata Surya.
Surya menambahkan, dalam UU APBN 2025 juga tersedia ruang bagi pemerintah untuk mengajukan RAPBN perubahan, apabila terdapat perubahan-perubahan kebijakan fiskal.
Hal itu secara tegas diatur dalam Pasal 42 UU APBN 2025.
Ia pun meyakini Presiden Prabowo akan mendapat dukungan penuh dari DPR jika mengajukan perubahan ini.
Sebab hampir seluruh fraksi di DPR kini adalah bagian dari koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran.
Setelah RAPBN disetujui menjadi UU APBN, maka pemerintah tinggal menerbitkan PP tentang tarif PPN.
"Artinya hanya butuh kemauan politik dari Presiden Prabowo untuk membatalkan kenaikan PPN," tegasnya.
PPN 12 Persen Diberlakukan pada 2025
Diketahui pemerintah telah memutuskan untuk tetap memberlakukan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang mulai berlaku pada 1 Januari 2024.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan kebijakan tarif PPN 12 persen ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Untuk menjaga daya beli masyarakat pemerintah memberikan stimulus kebijakan ekonomi yakni bagi rumah tangga berpendapatan rendah PPN ditanggung pemerintah 1 persen atau hanya dikenakan tarif 11 persen saja.
Beberapa barang dan jasa tertentu yang diberikan fasilitas bebas PPN meliputi:
1. Barang kebutuhan pokok: beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging
2. Telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, dan gula konsumsi
3. Jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa sosial, jasa asuransi, jasa keuangan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja
4. Vaksin, buku pelajaran dan kitab suci
5. Air bersih (termasuk biaya sambung/pasang dan biaya beban tetap)
6. Listrik (kecuali untuk rumah tangga dengan daya >6600 VA)
7. Rusun sederhana, Rusunami, RS, dan RSS
8. Jasa konstruksi untuk rumah ibadah dan jasa konstruksi untuk bencana nasional
9. Mesin, hasil kelautan perikanan, ternak, bibit/benih, pakan ternak, pakan ikan, bahan pakan, jangat dan kulit mentah, bahan baku kerajinan perak.
10. Minyak bumi, gas bumi (gas melalui pipa, LNG dan CNG) dan panas bumi
11. Emas batangan dan emas granula
12. Senjata/alutsista dan alat foto udara.