TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah telah menetapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen terhitung 1 Januari 2025. Kebijakan ini menuai berbagai polemik karena dikhawatirkan dapat memengaruhi berbagai sektor kehidupan secara negatif, termasuk menekan daya beli masyarakat serta daya saing Indonesia di lingkungan global.
Bahkan, tak sedikit yang mulai membandingkan kebijakan tarif PPN Indonesia dengan negara lain, salah satunya dengan Vietnam. Pasalnya, negara dengan pertumbuhan ekonomi terpesat di ASEAN tersebut baru saja mengesahkan aturan perpanjangan pengurangan pajak PPN menjadi 8 persen, dari yang sebelumnya berjumlah 10 persen.
Menanggapi perbandingan yang ramai beredar, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dikutip dari Kontan.co.id, mengatakan bahwa kebijakan tarif PPN ini tidak akan mengurangi daya saing Indonesia dengan Vietnam. Hal ini dikarenakan kebijakan di setiap negara akan berbeda-beda.
“Tidak memengaruhi daya saing Indonesia. PPN itu untuk barang sudah ada," kata Airlangga kepada awak media saat ditemui di kantornya di Jakarta, Jumat (13/12/2024).
Perbandingan Kebijakan Pajak Indonesia dan Vietnam
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, menekankan perbedaan antara Vietnam dan Indonesia, di mana di Vietnam berlaku pajak bahan makanan sebesar 5 persen, sementara di Indonesia pajaknya 0 persen atau tidak dikenakan pajak sama sekali.
Ia pun meyakinkan bahwa pemerintah Indonesia lebih banyak memberikan insentif perpajakan dibanding Vietnam.
"PPN di Vietnam sangat terbatas itu pembebasannya, lalu Vietnam tidak ada belanja perpajakan," ucapnya saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024), dikutip dari Kompas.com.
Febrio pun merinci bahwa di 2025 saja, pemerintah akan melakukan belanja perpajakan Rp265,6 triliun untuk pembebasan PPN. Ini merupakan langkah yang tidak dilakukan oleh Vietnam. Dengan adanya pembebasan tersebut, pemerintah tidak mengenakan pungutan PPN untuk sejumlah barang dan jasa, termasuk komoditas barang sembako.
Baca juga: Kenaikan PPN Berlaku untuk Sekolah Internasional dan RS VIP, Pengamat: Sesuai Asas Gotong Royong
Soal perbandingan antara Indonesia dan Vietnam, Executive Director at Center for Indonesia Taxation Analysis, Yustinus Prastowo, dalam wawancara bersama Tribunnews menjelaskan bahwa kedua negara memiliki pendekatan yang berbeda dalam kebijakan PPN.
“Apabila kita bandingkan Indonesia lebih maju dibanding Vietnam dalam hal besaran fasilitas PPN di beberapa sektor dibandingkan Vietnam. Jika Vietnam menerapkan penurunan PPN menjadi 8 persen, Indonesia lebih fokus pada pembebasan PPN sebesar 0 persen untuk sektor strategis seperti agrikultur dan pendidikan, yang membantu menjaga stabilitas harga di sektor-sektor penting,” jelas Mantan Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis ini, Selasa (24/12/2024)
Ia menyebut bahwa Kebijakan Indonesia yang membebaskan PPN di sektor agrikultur dan pendidikan memberikan manfaat bagi daya beli masyarakat berpenghasilan rendah dan stabilitas pangan.
Namun, Indonesia memang belum memberikan insentif PPN di sektor manufaktur seperti Vietnam. Mengingat sektor ini memiliki multiplier effect yang besar, langkah tersebut bisa menjadi peluang strategis untuk meningkatkan daya saing industri pengolahan dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
“Dengan pendekatan kebijakan PPN yang berbeda, kedua negara perlu terus mengoptimalkan kebijakan fiskalnya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan,” sebutnya