Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti menilai penetapan tersangka Hasto Kristiyanto bertujuan untuk 'menggoyang' PDIP.
Tak hanya itu, menurut Ray Rangkuti, penetapan tersangka tersebut juga berkaitan dengan pemecatan Jokowi dari PDIP.
Baca juga: Hasto Klaim Punya Video Skandal Pejabat, Ketua Joman Immanuel Ebenezer: Sejuta Persen Enggak Ada Tuh
"Kalau dirunut, pernyataan HK dan sebagian lagi orang PDIP hampir semuanya memberi sinyal bahwa Pak Jokowi berada di berbagai upaya pelembagaan PDIP. Lebih bertambah lagi setelah dipecat dari partai. Sesuai pengakuan HK, akan ada pentersangkaan dirinya jika keluarga Jokowi dipecat dari PDIP. Ini adalah pandangan umum yang ada di PDIP," kata Ray, Minggu (29/12/2024).
Diketahui KPK telah menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan, dalam perkara eks caleg PDIP yang kini masih buron Harun Masiku.
"Kasus HK ini, sejatinya, bukanlah kasus prioritas di KPK mengingat setidaknya ada 3 kasus lain yang sudah seharusnya ditangani KPK segera," kata Ray.
Kasus yang segera harus ditangani tersebut menurut Ray Rangkuti adalah kasus CSR BI, Blok Medan dan Sahbirin Noor.
"Tiga kasus ini adalah kasus besar dengan dugaan pelaku orang-orang berkuasa dan dengan nilai yang juga cukup besar. Mengapa seperti tidak disentuh oleh KPK? Padahal proses hukumnya telah berlangsung lalu seperti mandeg," jelasnya.
Menurutnya, dengan kenyataan itulah maka kasus HK ini bisa dilihat untuk dua tujuan.
Baca juga: Perlawanan Hasto ke KPK, Ancam Publikasikan Video Skandal Petinggi Negara, Daya Ledaknya Luar Biasa
"Pertama menggoyang PDIP, dan menutupi kasus CSR BI, Blok Medan dan Sahbirin Noor. Kenyataannya, belum ada pernyataan apapun dari komisioner KPK baru terkait dengan 3 isu ini," terangnya.
Kasus HK, kata Ray baik dari segi kasus, kerugian, waktu dan aktor sudah tidak banyak urgensinya.
"HK bukan lagi sebagai bagian dari kekuasaan. Maka bobot kasusnya berkurang drastis. Maka mengherankan KPK seperti bernafsu untuk menuntaskannya," kata Ray.
"Uniknya, malah aktor utamanya belum ditangkap. Karena belum ditangkap malah penyertanya dijadikan sebagai tersangka. Dengan beberapa uraian di atas, tentu, mengaitkan kasus HK ini dengan Jokowi tidaklah berlebihan," tandasnya.
Keterlibatan Hasto di Kasus Harun Masiku
Sebelumnya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto menyampaikan keterlibatan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto terkait kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) terhadap Harun Masiku.
Mulanya, Setyo menyebut Hasto bersama dengan Harun Masiku memberikan suap kepada eks komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan terkait Pileg 2019 lalu.
Setyo mengatakan Hasto meminta agar Harun Masiku ditempatkan pada daerah pemilihan (dapil) Sumatra Selatan meski yang bersangkutan berdomisili di Toraja, Sulawesi Selatan.
Baca juga: Lawan KPK, Repdem Tugaskan 100 Advokat Bela Hasto Kristiyanto
Dalam raihan suara, Harun Masiku kalah dengan calon legislatif (caleg) PDIP lainnya yaitu, Riezky Aprilia.
"Bahwa proses pemilihan legislatif tahun 2019, ternyata HM hanya mendapatkan suara 5.878. Sedangkan, caleg atas nama Riezky Aprilia memperoleh suara 44.402," kata Setyo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (24/12/2024).
Setyo mengatakan seharusnya Riezky Aprilia menjadi sosok yang menggantikan caleg terpilih, Nazarudin Kiemas.
Adapun Nazarudin Kiemas meninggal dunia pada 26 Maret 2019 yang lalu.
Namun, kata Setyo, ada upaya dari Hasto untuk memenangkan Harun Masiku lewat beberapa upaya yang dilakukan.
Pertama, Hasto melakukan pengujian konstitusional atau judicial review ke Mahkamah Agung (MA).
Setelah dikabulkan, ternyata KPU tidak melaksanakan terkait putusan judicial review Hasto yang dikabulkan oleh MA.
Hasto, kata Setyo, lantas mengajukan permintaan fatwa kepada MA.
"Kemudian menandatangani surat nomor 2576 tertanggal 5 Agustus 2019 perihal permohonan pelaksanaan putusan judicial review," kata Setyo.
"Setelah ada putusan dari MA, KPU tidak mau untuk melaksanakan putusan tersebut. Oleh sebab itu, saudara HK meminta fatwa kepada MA," sambungnya.
Hasto juga berupaya dengan meminta Riezky mengundurkan diri dan diganti oleh Harun Masiku menggantikan Nazarudin yang meninggal dunia.
Namun, kata Setyo, permintaan Hasto itu ditolak oleh Riezky.
Kemudian, Hasto juga berupaya dengan memerintahkan kader PDIP, Saiful Bahri ke Singapura agar Riezky mau mundur tetapi berujung penolakan serupa.
Upaya selanjutnya yang dilakukan Hasto adalah menahan surat undangan pelantikan anggota DPR yang ditujukan kepada Riezky.
"Bahkan surat undangan pelantikan anggota DPR RI atas nama Riezky Aprilia ditahan oleh Saudara HK dan meminta Saudari Riezky mundur setelah pelantikan," jelas Setyo.
Hasto Sediakan Uang untuk Suap Eks Komisioner KPU
Setyo menyebut upaya selanjutnya yang dilakukan Hasto adalah menyuap Komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan dan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Agustiani Tio Fridelina.
"Di mana Wahyu merupakan kader dari partai yang menjadi komisioner di KPU," jelas Setyo.
Setyo mengatakan Hasto bertemu dengan Wahyu pada 31 Agustus 2019.
Kemudian, berdasarkan penyelidikan, Setyo menyebut uang yang digunakan untuk menyuap Wahyu dari Hasto.
"Bahwa dalam proses perencanaan sampai proses penyerahan, uang tersebut Saudara HK mengatur dan mengendalikan Saudara Saiful Bahri dan DTI dalam memberikan suap kepada komisioner KPU, Wahyu Setiawan," tuturnya.
Hasto juga memiliki peran mengendalikan DTI untuk menyusun kajian hukum pelaksanaan putusan MA dan surat pelaksanaan fatwa MA kepada KPU.
Selain itu, Hasto juga meminta DTI untuk melobi anggota KPU agar bisa menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR.
"Saudara HK mengatur dan mengendalikan Saudara DTI untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada komisioner KPU melalui Tio," tutur Setyo.
"Kemudian, HK bersama-sama dengan HM, Saiful Bahri, dan DTI melakukan penyuapan terhadap Wahyu Setiawan, jumlahnya seperti pada kasus sebelumnya," sambungnya.
Atas perbuatannya ini, Hasto dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1.