News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Presidential Threshold

Kata 7 Partai Politik soal MK Hapus Presidential Threshold, Demokrat: Sudah Semestinya Dihapus

Penulis: Suci Bangun Dwi Setyaningsih
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mahkamah Konstitusi. Dalam artikel mengulas tentang putusan MK menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden, Kamis (2/1/2025).

TRIBUNNEWS.COM - Paska putusan MK menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden, sejumlah partai politik (parpol) meresponsnya. 

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan perkara 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. 

Dalam aturan sebelumnya, hanya parpol pemilik kursi 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pemilu legislatif sebelumnya yang bisa mengajukan calon presiden dan wakil presiden.

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK, Suhartoyo di ruang sidang utama, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).

MK menyatakan, pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945.

Terkait putusan MK tersebut, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengapresiasi putusan MK. Begitu pun Partai Demokrat.

Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, menilai ketentuan presidential threshold memang sudah semestinya dihapus oleh MK. 

Lantas, bagaimana respons parpol?

1. PKS

PKS mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus presidential threshold menjadi 0 persen.

Hal tersebut, disampaikan Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera dalam pesan yang diterima Tribunnews, Kamis.

"Apresiasi MK. Selaras dengan tuntutan selama ini," katanya. 

Baca juga: Gugatan 4 Mahasiswa UIN Jogja Dikabulkan MK, Presidential Threshold 20 Persen Tak Lagi Ada!

Mardani mengatakan, semua partai yang masuk DPR bisa mencalonkan pasangan capres dan cawapres. 

"Tapi tentu perlu ditindak lanjuti dengan revisi UU 7 2017. Peluang terjadi kompromi atau tarik menarik kepentingan mesti dijaga. Tapi bagusnya turun, tidak 20 persen," jelas Mardani Ali.

2. Golkar

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar, Sarmuji, mengaku putusan MK soal presidential threshold ini, sangat mengejutkan. 

Apalagi, ini merupakan gugatan ke-28, di mana MK selalu menolak dalam 27 kesempatan sebelumnya.

"Keputusan MK sangat mengejutkan mengingat putusan MK terhadap 27 sebelumnya selalu menolak," Sarmuji, dilansir Kompas.com.

Meski demikian, Sarmuji menyampaikan, MK dan pembuat undang-undang selalu memiliki cara pandang yang sama selama ini.

"Dalam 27 kali putusannya, cara pandang MK dan pembuat UU selalu sama, yaitu maksud diterapkannya presidential threshold itu untuk mendukung sistem presidensial bisa berjalan secara efektif," ucapnya. 

"Sementara itu dulu. Kalau sudah hilang rasa kagetnya nanti saya respons lagi," lanjut Sarmuji.

3. PAN

Pihak Partai Amanat Nasional (PAN) sependapat dengan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden.

Wakil Ketua Umum PAN, Saleh Partaonan Daulay, menyebut PAN selama ini memang berjuang untuk menghapus presidential threshold. 

"PAN mendukung MK yang memutuskan menghapus presidential threshold (PT) minimal 20 persen kursi DPR atau suara sah 25 persen nasional pada pemilu."

"PAN telah lama ikut berjuang bersama komponen bangsa lainnya untuk menghapus PT tersebut," terang Saleh.

Menurut Saleh, dari sisi rasionalitas sederhana saja, penerapan presidential threshold sangat tidak adil. 

Ia menilai, ada banyak hak konstitusional warga negara yang diabaikan dan dikebiri dengan kehadiran presidential threshold. 

"Kalau pakai PT, itu kan artinya tidak semua warga negara punya hak untuk jadi presiden. Hanya mereka yang memiliki dukungan politik besar yang bisa maju. Sementara, untuk mendapat dukungan politik seperti itu sangat sulit," tuturnya. 

Saleh berpandangan, Indonesia punya banyak calon pemimpin nasional yang layak diandalkan. 

Mereka, kata Saleh, tersebar di kampus-kampus, bekerja sebagai profesional, aktivis ormas, NGO, dan lain-lain. 

Hanya saja, mereka tidak terpikir untuk maju sebagai capres atau cawapres karena tidak memiliki modal dasar dan pengalaman menjadi pengurus partai politik. 

Lebih lanjut, Saleh menegaskan, PAN bersyukur dengan putusan MK ini.

Ia berharap, akan ada banyak capres dan cawapres yang muncul dalam kontestasi pilpres selanjutnya.

"Harapan kami, akan banyak capres dan cawapres yang muncul. Dan tentu sedapat mungkin kami juga bermimpi untuk mendorong kader sendiri. Atau paling tidak, bekerjasama dan berkolaborasi dengan partai atau elemen bangsa lainnya," ucap Saleh. 

Saleh pun mengucapkan terima kasih kepada MK yang telah mengambil keputusan ini.

Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan sejumlah putusan perkara uji materiil citra diri peserta pemilu dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di ruang sidang utama Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).  (Tribunnews.com/Danang Triatmojo)

4. Partai Buruh: Siap Calonkan Presiden 2029

Partai Buruh menyatakan kesiapannya untuk mencalonkan calon presiden pada pemilihan umum (Pemilu) 2029.
 
Hal tersebut, disampaikan Presiden Partai Buruh Said Iqbal, sebagai respons terhadap putusan Mahkamah Konstitusi. 

"Hari ini, Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa presidential threshold adalah 0 persen atau dihapus."

"Dengan ini, pada Pemilu 2029, Partai Buruh bisa mengajukan calon presiden sendiri tanpa harus berkoalisi dengan partai politik lain,” kata Said Iqbal dalam keterangannya, Kamis. 

Said Iqbal menekankan, putusan MK bersifat final dan mengikat, termasuk bagi Pemerintah dan DPR. 

Lebih lanjut, Said Iqbal mengatakan, keputusan ini menjadi tonggak penting bagi demokrasi Indonesia, karena mengembalikan kedaulatan kepada rakyat.

Ia menambahkan, keputusan ini membuka peluang bagi buruh pabrik untuk mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden di Pilpres 2029, mirip dengan yang terjadi di Brasil, Australia, dan negara-negara lainnya.

“Keputusan MK ini adalah kemenangan rakyat, kemenangan demokrasi, dan kebangkitan kelas pekerja."

"Kami, Partai Buruh, akan terus berjuang untuk memastikan bahwa demokrasi benar-benar melayani kepentingan rakyat, bukan hanya elite,” tandasnya.

Baca juga: MK Hapus Presidential Threshold, Perludem: Fenomenal, Sudah Dinanti Cukup Panjang

5. Demokrat

Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, mengaku tak kaget atas  putusan MK soal presidential threshold. 

Kamhar menilai, ketentuan presidential threshold sudah semestinya dihapus oleh MK. 

"Kami tidak kaget dengan putusan MK ini, karena itu memang yang semestinya," ujar Kamhar kepada Kompas.com, Kamis (2/1/2025).

Meski demikian, Kamhar menegaskan, Demokrat akan konsisten untuk mendukung pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. 

Terpisah, Juru Bicara Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, menyatakan partainya menghormati apapun putusan MK. 

Ia juga mengingatkan putusan MK bersifat final dan mengikat.

6. NasDem

Berbeda dengan Demokrat, Partai Nasdem justru menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) ini, bakal merumitkan pelaksanaan pemilihan presiden. 

Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Hermawi Taslim, berpendapat MK kurang memperhatikan dampak atau kerumitan yang muncul ketika memutuskan menghapus presidential threshold.

"Putusan MK itu kurang memperhatikan berbagai konsekuensi yang akan membawa kerumitan dan kesulitan dalam praktiknya kelak," kata Hermawi, Kamis. 

Hermawi berpandangan, presidential threshold diperlukan sebagai bagian dari aturan permainan, sekaligus seleksi awal untuk mencari pemimpin yang kredibel.

Sekjen NasDem itu juga menyebut, presidential threshold merupakan aturan main yang sangat biasa, lumrah, dan berlaku universal.

"Baik dalam pemilihan-pemilihan ketua organisasi maupun pemilihan di lingkungan pemerintahan, bahkan di level yang paling rendah, dalam hal ini kelurahan," kata Hermawi.

Oleh sebab itu, ia menilai, MK semestinya cukup meninjau presidential threshold, bukan malah menghapusnya.

7. Hanura

Pihak Partai Hanura menyambut baik putusan MK yang menghapus ambang batas presiden sebesar 20 persen. 

Bagi Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Hanura, Benny Rhamdani, putusan itu merupakan putusan yang progresif.

"Bagus ya, keputusan yang progresif lah. Kenapa progresif? kita kan tidak harus melihara ya, undang-undang yang jelas-jelas bertentangan dengan undang-undang dasar 1945 dengan konstitusi."

"Jadi melihara, apalagi merawatnya dalam waktu yang cukup lama," kata Benny saat dikonfirmasi, Kamis (2/1/2025).

Di sisi lain, Benny mengatakan, pihaknya juga memberikan catatan kepada MK.

Menurutnya, seharusnya hakim konstitusi juga menghapus ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar 4 persen.

Sebab, kata Benny, sejumlah partai politik yang tidak lolos ke parlemen memiliki dukungan suara rakyat cukup besar. 

"Contohnya, misalnya pemilu legislatif 2024 itu menghasilkan beberapa partai yang tidak lolos ke parlemen, tapi memiliki pendukung yang begitu besar, ya. Jumlahnya yaitu 17 juta," ungkapnya.

"Jadi, ada 17 juta kepala manusia warga negara Indonesia yang tidak memiliki perwakilan politik di parlemen. Karena partai yang didukung itu tidak lulus PT, kan, gitu ya. Kenapa tidak lulus PT? Karena PT-nya 4 persen," lanjutnya.

Baca juga: MK Wajibkan Petahana Cuti Mulai Dari Masa Kampanye Sampai Pemungutan Suara Pilkada

Pertimbangan Hukum MK soal Presiden

Diketahui, MK memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden, sejumlah partai politik (parpol) meresponsnya. 

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan perkara 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. 

Dikutip dari situs resmi MK, Mahkamah telah mencermati beberapa pemilihan presiden dan wakil presiden yang selama ini didominasi partai politik peserta pemilu tertentu dalam pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden. 

Hal tersebut, berdampak pada terbatasnya hak konstitusional pemilih mendapatkan alternatif yang memadai terkait pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Selain itu, Mahkamah menilai, dengan terus mempertahankan ketentuan presidential threshold dan setelah mempelajari secara saksama arah pergerakan politik mutakhir Indonesia, terbaca kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat 2 pasangan calon.

Padahal, pengalaman sejak penyelenggaraan pemilihan langsung, dengan hanya 2 pasangan calon presiden dan wakil presiden, masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi (masyarakat yang terbelah) yang sekiranya tidak diantisipasi mengancam kebhinekaan Indonesia. 

Bahkan, bila pengaturan penentuan besaran ambang batas dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal. 

Kecenderungan seperti itu, dapat dilihat dalam fenomena pemilihan kepala daerah dari waktu ke waktu semakin bergerak ke arah munculnya calon tunggal atau kotak kosong.

Artinya, menurut Mahkamah, membiarkan atau mempertahankan ambang batas presidential threshold sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu berpotensi menghalangi pelaksanaan pilpres secara langsung oleh rakyat dengan menyediakan banyak pilihan paslon.

“Jika itu terjadi makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra.

(Tribunnews.com/Suci Bangun DS, Danang Triatmojo, Chaerul Umam, Igman Ibrahim, Reza Deni, Kompas.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini