News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Menang Gugatan Penghapusan Presidential Threshold, Mahasiswa UIN Jogja : Sempat Tidak Percaya Diri

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ki-ka: Rizki Maulayan Syafei, Enika Maya Oktavia, Dekan FSH UIN Sunan Kalijaga Prof. Dr. H. Ali Sodikin, Tsalis Khoirul Fatna, Faisal Nasirul Haq dan Kaprodi Gugun El Guyanie di kampus, Jumat (3/1/2025)

Laporan Wartawan Tribun Jogja Ardhike Indah  

TRIBUNNEWS.COM, SLEMAN - Empat orang mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga yang terlibat dalam perjuangan uji materi tentang penghapusan presidential threshold atau ambang batas syarat pencalonan menjadi presiden dan wakil presiden.

Selama satu tahun sejak 2024, Enika Maya Oktavia, Rizki Maulayan Syafei, Faisal Nasirul Haq dan Tsalis Khoirul Fatna berjuang menguji Pasal 222 Undang-undang (UU) Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) di Mahkamah Konstitusi (MK)

Menurut mereka, presidential threshold harus dihapuskan agar memunculkan calon presiden yang lebih beragam dan sejalan dengan preferensi.

Didampingi Ketua Program Studi (Prodi) Hukum Tata Negara Fakultas Syari'ah dan Hukum (FSH), Gugun El Guyanie dan Dekan FSH, Prof. Dr. H. Ali Sodikin menceritakan bagaimana perasaan mereka atas perjuangan yang bisa mengubah peta politik nasional.

 “Awalnya, kami tidak optimis. Karena jujur, ini pertama kali kami membuat draft permohonan yang nyata, meski kami paham dasarnya,” kata Enika di hadapan wartawan, Jumat (3/1/2025).

Enika dan kawan-kawan sempat merasakan tidak percaya diri karena permohonan mereka ke MK dirasa kurang baik bahkan mereka tidak yakin permohonan itu bisa masuk ke sidang selanjutnya, apalagi sampai sidang putusan.

“Saat kami masuk ke sidang pendahuluan, itu semua dikuliti oleh Yang Mulia Hakim MK. Kami pikir, kesempatan untuk lanjut ke sidang permohonan pokok saja sepertinya sangat kecil, tapi alhamdulillah, tetap bisa lanjut,” beber dia.

Keraguan itu tervalidasi dari hasil diskusi dengan rekan-rekan pegiat konsitusi lain.

Baca juga: MK Hapus Presidential Threshold, Setara Institute: Membuat Demokrasi Kita Lebih Sehat

Sembilan orang menyebut permohonan ditolak, meski delapan lainnya yakin permohonan akan dikabulkan.

“Kami rasa, permohonan kami tidak ada kesempatan karena kalau itu diputuskan, itu mengubah peta perpolitikan di Indonesia,” ucap Enika lagi.

Permohonan Enika dkk pun mendapatkan dissenting opinion dari dua Hakim MK, yakni Anwar Usman, yang tak lain merupakan paman dari Wapres Gibran Rakabuming Raka, dan Daniel Yusmic Foekh.

Menurut keduanya, Enika dkk tidak memiliki kedudukan hukum dan oleh karenanya permohonan mereka tidak dapat diterima namun, Enika cs tak patah arang.

Mereka tetap menghormati apapun yang disampaikan dua Hakim MK tersebut.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini