"Sikap agresif ini menimbulkan dugaan adanya hubungan yang lebih kompleks antara pelaku dan pihak lain dalam jaringan ini," lanjut Fahmi.
Kejanggalan Ketiga
Ketiga, ia mengatakan penggunaan senjata api untuk menghadapi warga sipil khususnya dalam konteks penggelapan mobil tersebut, jelas sangat tidak proporsional.
Menurutnya hal itu mencerminkan pelanggaran serius terhadap etika profesi dan disiplin militer.
Langkah itu menurut dia harus ditelusuri lebih lanjut, apakah dilakukan secara spontan atau merupakan bagian dari tindakan yang sudah direncanakan.
"Dari kejanggalan-kejanggalan ini, investigasi mendalam menjadi kunci untuk mengungkap motif sebenarnya, memastikan tidak ada upaya menutup-nutupi, serta menegakkan keadilan," kata Fahmi.
Apa yang Harus Dilakukan
Menurut Fahmi langkah pertama yang harus dilakukan adalah investigasi mendalam oleh TNI AL agar kasus itu tetap transparan dan mendapatkan kepercayaan masyarakat.
Ia berpendapat komitmen untuk mengungkap fakta secara menyeluruh sangat penting, dan investigasi internal tersebut harus dilakukan secara profesional, memastikan bahwa setiap pelanggaran prosedur atau disiplin dapat diungkap dan ditindak sesuai aturan.
Selain itu, menurut dia, penting bagi TNI AL untuk mempublikasikan hasil penyelidikan kepada publik.
Fahmi memandang Kronologi kejadian, bukti-bukti yang ditemukan, serta hasil investigasi internal harus disampaikan secara terbuka untuk menjawab spekulasi dan dugaan yang mungkin timbul.
"Transparansi semacam ini penting untuk menunjukkan bahwa institusi berkomitmen menjaga integritas dan profesionalismenya," kata Fahmi.
"Kasus ini juga menjadi momentum bagi TNI AL untuk mengevaluasi kembali prosedur pengawasan terhadap penggunaan senjata api oleh prajuritnya, baik dalam tugas resmi maupun di luar tugas. Praktik pengawasan ketat harus diterapkan untuk mencegah penyalahgunaan senjata api di masa mendatang," lanjut dia.
Dari sisi peradilan, menurut Fahmi, kasus penembakan itu dapat diproses melalui mekanisme acara koneksitas, sebagaimana diatur dalam Pasal 89 KUHAP.
Dalam mekanisme ini, ia berpendangan, pelaku dari peradilan sipil dan militer dapat diadili di pengadilan umum, meskipun keputusan akhir mengenai yurisdiksi berada di tangan Menteri Pertahanan dan Menteri Hukum.
Menurutnya, meski banyak pihak mendorong agar kasus ini disidangkan di peradilan umum demi menjamin transparansi.