TRIBUNNEWS.COM - Guru Besar IPB, Bambang Hero Saharjo, buka suara setelah dilaporkan ke Polda Kepulauan Bangka Belitung terkait penghitungan kerugian lingkungan dalam kasus korupsi tata niaga timah yang melibatkan Harvey Moeis.
Bambang dilaporkan oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Putra Putri Tempatan (Perpat) Babel sekaligus pengacara, Andi Kusuma.
Bambang meminta pihak pelapor lebih baik membaca dahulu dasar peraturan mengenai kewenangannya itu.
Bambang menjelaskan, kapasitasnya dalam menghitung kerugian lingkungan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (PermenLH) No. 7 Tahun 2014, yang telah dinyatakan berlaku setelah melalui uji materi pada tahun 2017.
Ia mengatakan bahwa kehadirannya di persidangan merupakan permintaan dari penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung.
Bambang menuturkan bahwa ia sudah memenuhi syarat untuk menghitung kerugian lingkungan itu.
"Berdasarkan PermenLH No. 7 tahun 2014, saya dan Pak Basuki Wasis dihitung sebagai ahli lingkungan yang sah untuk melakukan perhitungan ini," ujar Bambang, Jumat (10/1/2025) dikutip dari Kompas.com.
"Lebih baik mereka yang melaporkan saya itu baca isi PermenLH No. 7 tahun 2014 itu seperti apa. Saya dan Pak Basuki Wasis yang menghitung kerugian lingkungan itu sudah sesuai dengan syarat dalam PermenLH itu karena syaratnya adalah ahli lingkungan dan atau ahli ekonomi," lanjutnya.
Bambang menekankan dirinya menghitung kerugian kasus korupsi timah kapasitasnya sebagai ahli lingkungan.
"Nah, karena kami masuk sebagai kategori ahli lingkungan, maka kami boleh menghitung. Kebetulan Pak Basuki Wasis juga sebagai anggota Tim yang menyusun PermenLH tersebut. PermenLH itu juga pernah diuji materi di MA tahun 2017," jelas Bambang.
Respons Kejagung
Baca juga: Profil Bambang Hero Saharjo, Guru Besar IPB Dilaporkan Buntut Hitung Kerugian Kasus Harvey Moeis
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar berpandangan, semestinya semua pihak haruslah taat asas.
Pasalnya dalam memperkirakan kerugian negara, Bambang Hero selaku ahli yang dihadirkan di persidangan saat itu telah memberikan keterangannya atas dasar pengetahuan yang kemudian diolah dan dihitung oleh Auditor negara.
"Perhitungan atas kerugian keuangan negara ini didasarkan atas permintaan Jaksa penyidik," kata Harli, Jumat (10/1/2025).
Harli mengatakan, Pengadilan melalui majelis hakim juga telah menyatakan bahwa terdapat kerugian negara Rp 300 triliun dalam perkara ini.
Sehingga, menurutnya, Pengadilan dalam hal ini juga sependapat dengan JPU.
Atas dasar ini, Harli pun mengaku heran kenapa masih ada pihak yang meragukan keterangan ahli tersebut hingga berujung adanya pelaporan ke polisi.
"Pengadilan dalam putusannya telah menyatakan kerugian negara dalam perkara a quo sebanyak Rp 300 T. Lalu apa yang menjadi keraguan kita terhadap pendapat ahli tersebut sehingga harus dilaporkan?," pungkas Harli.
Sebelumnya pelaporan ini diajukan oleh Andi Kusuma, yang menuduh Bambang telah memberikan keterangan palsu sebagaimana diatur dalam pasal 242 KUH Pidana.
Keterangan palsu tersebut terkait penghitungan kerugian negara dalam kasus korupsi timah di Bangka Belitung.
"Sesuai dengan penerapan Pasal 242 Ayat 1 barang siapa yang dalam keadaannya dimana undang-undang menentukan supaya memberikan keterangan yang demikian dengan sengaja memberikan keterangan palsu di atas sumpah baik secara lisan maupun tertulis secara pribadi ataupun ditunjuk oleh kuasanya dituntut maksimal penjara 7 tahun,” kata Andi, Rabu (8/1/2025).
Andi juga menuturkan, pelaporan itu dilakukannya lantaran Bambang inilai tidak berkompeten dalam menghitung kerugian negara dalam kasus tersebut.
“Dia (Bambang Hero Saharjo) diadukan melanggar pasal 242 KUH Pidana tentang keterangan palsu. Pada saat di persidangan ketika ditanya dalam kapasitas dia sebagai saksi ahli dia menjawab malas untuk menjawab. Artinya dia tidak menjalan tugas sebagai saksi ahli,” tutur Andi.
Menurut Andi, perhitungan Hero tidak berdasar dan berdampak terhadap lumpuhnya perekonomian Bangka Belitung.
(Tribunnews.com/Milani/Fahmi Ramadhan) (Kompas.com)