Padahal KPK mestinya menyadari, cerita tersebut adalah konstruksi perkara yang dibangun oleh KPK pada tahap Penyelidikan dan Penyidikan awal perkara ini.
Hal tersebut terlihat dari bukti-bukti yang digunakan sebagai dasar, yaitu: BAP 8 orang saksi yang dilakukan pada tanggal 8 Januari 2020, dan bukti-bukti lain yang didapatkan pada sekitar bulan Januari 2020 tersebut.
Sementara itu, cerita dan konstruksi perkara versi KPK tersebut telah diuji di persidangan pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan hasilnya telah dituangkan pada Putusan dengan terdakwa Wahyu Setiawan, Agustiani Tio dan Saeful Bahri.
Pada pokoknya, tegas dia, ternyata hasil pengujian tersebut menegaskan bahwa konstruksi perkara KPK terkait tuduhan terhadap Hasto Kristiyanto tersebut mentah dan tidak terbukti.
Berdasarkan hasil eksaminasi sejumlah ahli hukum yang telah dilakukan justru pada putusan tersebut tidak pernah disebutkan Hasto Kristiyanto sebagai pelaku yang bersama-sama dalam perkara ini.
“Menjadi pertanyaan, apa maksud KPK kembali menguraikan cerita lama yang sudah tidak terbukti di pengadilan dalam proses praperadilan ini? Bukti yang digunakan pun adalah bukti-bukti lama di bulan Januari 2020,” kata Todung.
“Seharusnya KPK mematuhi putusan pengadilan dan tidak bersikeras memaksakan cerita yang ternyata tidak didukung bukti yang kuat tersebut.”
“Oleh karena itulah, Kami menyebut konstruksi perkara KPK tersebut sebagai cerita yang disusun berdasarkan imajinasi yang gagal Penyidik KPK,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri disebut ogah menetapkan Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto sebagai tersangka kasus suap pengganti antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku pada tahun 2020 lalu.
Bahkan pada saat itu Firli diketahui juga mengganti Satgas Penyidikan yang saat itu merekomendasikan agar Hasto ditetapkan sebagai tersangka.
Adapun hal itu diungkapkan Tim Biro Hukum KPK saat menanggapi permohonan praperadilan yang diajukan Hasto terkait penetapan tersangka kasus suap Harun Masiku di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (6/2/2025).
Mulanya, Biro Hukum mengungkapkan, tim penyidik KPK menggelar rapat ekspose perkara bersama para pimpinan KPK yang saat itu dipimpin oleh Firli Bahuri terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan struktural penindakan.
Digelarnya ekspose ini setelah sebelumnya tim penyidik KPK gagal melakukan OTT terhadap Hasto dan Harun di PTIK serta gagal melakukan penggeledahan hingga penyegelan ruangan di Kantor DPP PDI-P karena dihalangi petugas keamanan.
"Bahwa dalam forum rapat ekspose, tim KPK yang melaksanakan sudah memaparkan rangkaian peristiwa secara runut dan termasuk peran pemohon (Hasto) dalam konstruksi perkara tersebut," ucap Biro Hukum KPK di ruang sidang.
Akan tetapi, meski telah dijelaskan secara rinci, pimpinan KPK saat itu disebut Biro Hukum belum menyepakati untuk menaikkan status Hasto sebagai tersangka.