TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) menyita aset Binance, bursa kripto terbesar, sebesar USD4,3 miliar atau sekitar Rp66,93 triliun. Keputusan ini sebagai buntut dakwaan terhadap CEO Binance, Changpeng Zhao.
Changpeng didakwa bersalah karena telah melanggar Undang-Undang Pencucian Uang.
Binance juga dituding memfasilitasi transaksi jutaan dolar pengguna aset kripto di Suriah, Krimea, Donetsk, dan Luhansk yang diduduki Rusia di Ukraina.
Baca juga: Bandar Kripto Binance Gulung Tikar, Cabut Investasi di Cabang Rusia
Pihak federal Amerika Serikat juga menuduh Binance mengizinkan pelaku kejahatan melakukan transaksi bebas bahkan mendukung terorisme dan ini termasuk berbahaya.
Binance Holdings Ltd. sendiri telah mengaku bersalah atas pelanggaran undang-undang anti pencucian uang AS.
CEO Binance Changpeng Zhao juga mengundurkan diri dari posisinya. Melansir Reuters, Rabu (22/11/2023), Binance juga akan membayar denda senilai US$4,3 miliar atau sekitar Rp66,7 triliun dan menyelesaikan penyelidikan selama bertahun-tahun terhadap bursa aset kripto terbesar di dunia ini.
Zhao sendiri juga harus membayar denda senilai US$50 juta. Jaksa penuntut umum AS mengatakan denda ini menjadi salah satu denda terbesar terhadap perusahaan dalam sejarah AS.
Ini adalah pukulan lain bagi industri kripto yang telah dilanda investigasi dan terjadi setelah kasus penipuan baru-baru ini terhadap pendiri FTX Sam Bankman-Fried.
Sementara Pakar digital Anthony Leong meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) untuk dihapus dari playstore Google dan appstore.
"Jangan sampai kejadian seperti Mt. Gox dan FTX berulang. Sekarang Binance ini miliki banyak penggunanya di Indonesia. Kalau tidak diantisipasi dari sekarang, bisa hilang triliunan rupiah dan pastinya banyak korban. Oleh sebab itu, kami minta untuk di hapus aplikasi Binance dari Play store Google Indonesia maupun Apple store yang merugikan konsumen," kata Anthony di Jakarta (25/11).
Anthony yang juga merupakan Wakil Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), khawatir jika tidak segera dihapus maka akan banyak konsumen di Indonesia yang terjebak di dalam Binance.
Alasannya, jika Binance bermasalah, dana konsumen yang tertanam di aplikasi tidak bisa diambil.
"Ini sangat berbahaya. Binance tidak memiliki izin di Indonesia namun bisa menjalankan bisnisnya karena aplikasi mereka ada di Playstore dan AppStore," lanjutnya.
Lebih lanjut, Anthony mengimbau kepada masyarakat untuk hati-hati dalam berinvestasi kripto. Harus ada edukasi terlebih dahulu sebelum memutuskan 'main kripto'.
"Karena investasi ini high risk, maka masyarakat sebaiknya mencari tahu dulu apa itu kripto. Jika ingin berinvestasi kripto tentunya disarankan untuk menggunakan broker lokal, buatan anak bangsa dan aplikasinya sudah terdaftar di Bappebti."
Saat ini website Binance memang sudah diblokir oleh Kemenkominfo dan hanya bisa dibuka dengan VPN namun aplikasi Binance ini masih tersedia di Playstore Google dan app store.
"Kemarin kita sudah banyak kejadian seperti Binomo. Kasihan masyarakat kita jika menggunakan aplikasi yang jelas-jelas melakukan tindak kejahatan digital, nanti kalau ada masalah siapa yang mau tanggung jawab?" kata Anthony.