Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Industri e-commerce di Indonesia menyatakan siap berkolaborasi dengan stake holder seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dan pihak lain untuk meningkatkan edukasi ke konsumen platform belanja online.
"Pemberdayaan konsumen merupakan tugas kita semua. Kami sudah bicara dengan teman-teman OJK dan idEA bahwa ke depan kami akan banyak bekerja sama dengan platform untuk melakukan edukasi ke konsumen untuk lebih memberdayakan mereka," kata Budi Primawan Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) di acara diskusi 'Urgensi Pemberdayaan Konsumen di Ekosistem E-commerca yang diselenggarakan idEA dan Lazada di Jakarta, Rabu, 5 Juni 2024.
Baca juga: UE Selidiki Situs E-Commerce Tiongkok AliExpress atas Dugaan Produk Ilegal dan Pornografi
Budi menekankan, bagi pelaku usaha e-commerce perbaikan IKK atau indeks kepuasan konsumen merupakan rapor penting bagi industri ini.
"IKK ini jadi rapor kita. Pekerjaan rumah kita sekarang adalah bagaimana agar kita membuat ini lebih komprehensif," ungkapnya.
Budi Primawan menambahkan, idEA sebagai asosiasi industri e-commerce di Indonesia sudah menjadi mitra pemerintah, sebagai penggerak event-event besar untuk mempromosikan bangga barang buatan Indonesia.
"Kita juga bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri untuk mendorong konsumsi produk asli Indonesia. Yang perlu kita lakukan adalah memperkuat merek Indonesia agar orang berminat membeli dan bangga menggunakan barang buatan Indonesia," ungkap Budi Primawan.
Heru Sutadi MSi, Ketua Komisioner Komisi 2 Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mengatakan, saat ini Indonesia pasar yang sangat menarik untuk ekonomi digital karena populasinya yang tinggi dan melek digital makin meluas.
"Tapi ada tantangan bahwa konsumen dan pengusaha itu punya hak dan kewajiban. Target kita di 2024 menjadi konsumen yang kritis di atas angka indeks 60. Kita mendorong agar konsumen kita menjadi kritis dan kemudian berdaya," kata Heru Sutadi.
Baca juga: Daftar Promo di E-Commerce Spesial HUT ke-67 BCA: Blibli, Shopee, Sociolla, Zalora, Tokopedia
Penyelesaikan Sengketa Konsumen
Dia mengingatkan, yang tidak bisa diabaikan saat ini bagi para pelaku e-commerce adalah mengedukasi kepada konsumen agar lebih berdaya.
Misalnya, mengajak konsumen agar teliti sebelum membeli dan mendorong e-commerce meningkat secara kualitas dan kuantitas produk yang dipasarkan di platform-nya sehingga bisa berkontribusi pada perekonomian nasional.
"Jika terjadi sengketa konsumen dengan ecommerce, kita mengupayakan mediasi. Itu ditangani oleh komisi 3 di BPKN. Kita bukan seperti lembaga hukum yang kemudian menjatuhkan hukuman," kata Heru Sutadi.
"Kita mendorong agar seller lebih banyak menjual produk-produk Indonesia. Penjualan barang denga sistem COD (cash on delivery) memang memberikan dilema. Ketika konsumen membeli barang dan barang yang dikirim sesuai pesanan, seharusnya tidak ada masalah," ujar Heru Sutadi.
"Kesesuaian produk dengan yang dipesan membuat tingkat pengembalian barang di pembelian lewat COD menjadi turun," imbuhnya.
Jika ada pengaduan konsumen terhadap e-commerce, Heru mengatakan, SOP yang berlaku di BPKN, konsumen harus membuat aduan terlebih dulu kepada platform e-commerce tempatnya berbelanja.
"Selesaikan dulu secara internal. Jika tidak ada tanggapan baru kita proses. Biasanya kita juga menghindari duplikasi pengaduan. Makin banyak saluran pengaduan makin bagus seperti YLKI, OJK dan sebagainya," beber Heru Sutadi.
Dia menambahkan, saat ini sedang diupayakan pengembangan online dispute resolution agar konsumen lebih mudah membuat pengaduan dalam satu pintu. "Ini adalah upaya agar apa yang menjadi hak konsumen bisa dipulihkan," sebutnya.
COD Masih Jadi Pilihan
Budi Primawan menambahkan, COD masih menjadi pilihan konsumen e-commerce karena sebagian pembeli di masyarakat kita masih lebih nyaman bayar belakangan.
Terkait barang impor dari luar negeri yang dijual langsung ke konsumen, aturan Kementerian Perdagangan membatasi maksimal nilainya 100 dolar AS.
"Pengelola platform biasanya tidak tahu asal barang impor yang dijual di platform-nya karena barang-barang yang ditawarkan dan ditransaksikan itu adalah barang-barang milik seller," ujar Budi.
"Ibaratnya kalau di pusat perbelanjaan, marketplace itu ibaratnya seperti manajemen pengelola mal. Biasanya pengawasannya adalah saat barangnya masuk ke Indonesia," bebernya.
Peraturan BPOM menyatakan, seller sebagai pemilik barang harus memastikan barang yang dijual di Indonesia sesuai standar produk yang berlaku.
Soal tren nilai transaksi ecommerce di Indonesia, Budi Primawan mengatakan, data tersebut dimiliki oleh masing-masing platform ecommerce. "Tapi aturan tentang data transaksi ini sejak 2023 marketplace wajib laporkan ke Badan Pusat Statistik (BPS)," kata dia.
Farid Suharjo, Deputy Chief Customer Officer Lazada Indonesia menambahkan, selama ini platform-nya sudah aktif melakukan edukasi ke konsumen.
"Kita menjalankan kegiatan edukasi melalui media sosial hingga di komunitas pembeli dan penjual termasuk tentang keamanan berbelanja serta customer service serta mendengarkan keluhan mereka saat mereka bertansaksi di platform ecommerce," kata Farid.
"Kita juga memanfaat teknologi AI tidak hanya untuk membantu pembeli saat berbelanja tapi juga membantu mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi pembeli," imbuhnya.