TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak(KIA) pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (RUU KIA) menjadi UU KIA, Selasa (4/6/2024) lalu.
Dalam UU ini ibu pekerja berhak memperoleh cuti melahirkan paling singkat 3 bulan. Namun, dalam kondisi khusus, ibu pekerja berhak mengambil cuti paling lama 6 bulan.
Baca juga: Menurut UU KIA Tak Semua Ibu Melahirkan Dapat Cuti 6 Bulan, Kecuali Penuhi Syarat Ini
Pada aturan serupa, seorang suami atau keluarga wajib mendampingi istri yang melahirkan. Selama mendampingi istri yang melahirkan, seorang suami berhak mendapat cuti selama 2 hari dan 3 hari berikutnya sesuai kesepakatan.
Lantas bagaimana respons dari suami terkait hal ini?
Faqih, seorang karyawan swasta di Jakarta beri pendapat. Sebagai seorang ayah dari dua orang anak, Faqih merasa cuti mendampingi istri maksimal lima hari ini dirasa masih kurang.
"Buat saya sebagai suami, kemudian istri melahirkan sebenarnya lima hari rasanya kurang. Tapi kalau secara administrasi tentu mungkin itu cukup," ungkapnya saat diwawancarai Tribunnews beberapa waktu lalu.
Menurutnya hari cuti untuk suami di Indonesia masih terlampau jauh dibandingkan dengan pekerja di luar negeri. Faqih berpendapat jika istri butuh waktu lebih panjang untuk didampingi.
"Kurang dalam artian, misalnya kayak di luar negeri bisa 1-3 bulan. Karena istri perlu didampingi, masa pemulihan dan mengurus anaknya," imbuhnya.
Baca juga: UU KIA Atur Cuti Ibu Melahirkan Bisa 6 Bulan, Suami Berhak Cuti 5 Hari
Mengurus anak, menurut Faqih bukan hanya ditanggung oleh istri seorang. Suami bagi Faqih juga punya peran. Mengurus anak usai melahirkan menurut Faqih tidaklah mudah.
Apalagi istri Faqih baru saja melahirkan anak kedua. Dan jarak antara si sulung dengan anak kedua tidak terlalu jauh. Maka dibutuhkan peran Faqih sebagai seorang ayah untuk mendampingi istri yang baru saja melahirkan.
"Apa lagi saya dengan anak dua, dengan jarak hanya berbeda dua tahun. Anak pertama awalnya senang melihat adiknya. Tapi pada waktu tertentu ada sisi iri. Adiknya digendong, ia pun ingin juga," tutur Faqih.
Dalam situasi ini, tentu ibu yang baru saja melahirkan tidak bisa menangani sendiri. Ibu masih mengalami keterbatasan fisik dan butuh mendapatkan dukungan. Baik dari pengasuhan anak hingga pendampingan.
Baca juga: Cuti melahirkan selama enam bulan, menguntungkan atau merugikan ibu pekerja di Indonesia?
Di sisi lain, ia merasa pemberian cuti 6 bulan pada ibu pekerja terbilang cukup. Karena ini bisa mendukung program Kementerian Kesehatan yang mendorong ASI ekslusif selama 6 bulan pada anak.
"Ini juga akan meringankan karena banyak perempuan harus bolak-balik ke ASI room. Ibaratnya perlu waktu dan mungkin lebih capek ya," tambahnya.