News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Bidayatul Mujtahid, Ibnu Rusyd dan Rusydi Bey Fananie

Penulis: Husein Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jenazah KH Rusydi Bey Fananie disholati di Masjid Jami Pondok Modern Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, Minggu (8/1/2017)

"Kehidupan kami serba tidak menentu, ayah selalu pindah-pindah tempat tinggal. Pindah karena tugas maupun karena lari mencari tempat aman dari kejaran para penjajah Belanda dan Jepang," kata KH Rusydi Bey Fananie bercerita kepada kami tahun lalu.

"Pernah suatu saat ketika berada di Payakumbuh, ayah tiba-tiba mengajak saya naik pesawat milik militer menuju Jakarta. Saya yang masih anak-anak tak mengerti apa maksud ayah membawa saya ke Jakarta. Sesampai di Jakarta
tiba-tiba ayah menitipkan saya ke salah seorang keluarga, lalu beliau pergi lagi berjuang tanpadiketahui apakah akan kembali bertemu lagi atau tidak," lanjut KH Rusydi Bey Fananie.


KH Rusydi Bey Fananie ketika mengunjungi putranya, Husnan Bey Fananie, (Dubes Indonesia untuk Azerbaijan) di Baku, Azerbaijan.

Kondisi sulit ini pula yang membuat KH Rusydi Bey Fananie tidak bisa nyantri di Pondok Modern Gontor, pesantren yang didirikan ayahnya bersama KH Ahmad Sahal dan KH Imam Zarkasyi. "Saya tidak merasakan nyantri di
Gontor karena mengikuti kehidupan ayah yang pindah-pindah tempat," katanya.

KH Rusydi Bey Fananie mengenyam pendidikan Sekolah Dasar di Payakumbuh, lalu melanjutkan SMP dan SMA di Bandung satu kelas dengan Ainun Habibie, istri Presiden Republik Indonesa ketiga, Baharuddin Yusuf Habibie.

Di jenjang perguruan tinggi, beliau kuliah di Universitas Indonesia Fakultas Ekonomi dengan predikat kelulusan Cum Laude dan berhak melanjutkan S2 dan S3 karena nilai semua A yang mana saat itu sistemnya masih bisa seperti itu.

Di luar dunia akademik, KH Rusydi Bey Fananie merupakan seorang atlit Polo Air Mahasiswa UI, ketua persatuan renang Bina Taruna, Jakarta, menjadi Direktur di beberapa perusahaan dan menjadi anggota Badan Wakaf Pondok Modern Gontor.

Saat mewawancarai beliau tahun lalu, pengakuan dari salah seorang penulis buku Trimurti, Wiyanto Suud, yang ikut dalam tim Etifaq mengaku merasakan energi yang sangat besar dari KH Rusydi Bey Fananie. Beliau melayani setiap pertanyaan dengan semangat membara meski harus berbicara dengan alat bantu akibat dari sakit pita suara yang beliau derita.

"Kami merasakan saat itu beliau sangat semangat. Justru kami sendiri sudah berkali-kali meminta wawancara ini segera diakhiri karena tidak tega melihat kondisi beliau yang sakit. Tapi beliau selalu menolak seolah-olah ingin berkata kepada kami "sekarang saya sudah sampaikan semua riwayat Ayah saya, tuntas sudah tugas saya menyampaikannya". Wawancara yang awalnya direncanakan satu jam berjalan hingga empat jam," Kata Wiyanto Suud.

Sejujurnya, kami masih merasa kurang, ingin kembali mewawancarai KH Rusydi Bey Fananie untuk melengkapi data-data riset buku kedua Sejarah Trimurti, dan rencananya akan kami lakukan pertengahan 2017 nanti.

Tapi Allah sang Maha Penguasa memanggil KH Rusydi Bey Fananie lebih dulu pada Sabtu, 7 Januari 2017. Beliau menutup lembaran kehidupan di dunia ini dengan kisah indah, Wafat dalam kondisi berjuang setelah mengikuti sidang Badan Wakaf di Pondok Modern Gontor.

"Siang ini Ayah saya Bapak Rusydi Bey Fananie meninggal dunia di Gontor, saya yakin ia wafat dalam keadaan Husnul Khotimah, karena di Gontor ia sedang berjuang dan mengikuti sidang badan wakaf. Saya mohon keikhlasan saudara-saudara disini untuk kita bersama-sama memanjatkan doa untuk almarhum," kata Putra Pertama KH Rusydi Bey Fananie, Husnan Bey Fananie, yang sedang menjalankan tugas negara di Baku sebagai Dubes Azerbaijan.

Selamat jalan KH Rusydi Bey Fananie, ustadz dan guru kita semua. Terima kasih atas pengabdian antum, doa kami bersama antum. Alfatihah...

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini