TRIBUNNEWS.COM, CIREBON - Tepat pada Minggu, (21/5/ 2017) , ada ledakan besar atau big bang di dunia pesantren dimana sejak pendidikan pesantren dirintis di tanah Nusantara 400 tahun lalu, baru kali ini ada pesantren yang berani menganugerahkan gelar kehormatan Doktor Honoris Causa kepada santra-santri yang berprestasi di Indonesia.
Petikan orasi ilmiah Ubaydillah Anwar selaku penerima pertama Doktor Honoris Causa Pesantren yang disambut dengan teriakan bergelora oleh hadirin.
Acara penganugerahan yang diadakan di Ball Room Hotel Aston Cirebon ini mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat.
Panitia mencatat tak kurang dari 700 tamu undangan hadir memenuhi ruangan.Terlihat hadir sebagai tamu undangan antara lain Prof. Dr. Maksum, MAg, MantanRektor IAIN SyaikhNurjati, Cirebon, 70 kyai pesantren, ratusan guru dan dosen dari berbagai sekolah dan perguruan tinggi, santri dan walisantri Bina Insan Mulia serta tokoh masyarakat sekitar Cirebon.
Ubaydillah dinilai layak karena memenuhi tiga kriteria dasar penganugerahan DoktorHonoris Causa ini, yaitu karya, kontribusi, dan kesalehan (akhlakulkarimah).
Ubaydillah memulai pendidikannya di pesantren Al-Rosyid di Bojonegoro, pesantren Langitan, lalu terkahir pesantren Gontor (1993).
Dengan berbekal keterampilan menulis yang diperolehnya di Gontor, bahasa Arab dan bahasa Inggirs, Ubaydillah menjelajahi jagat ilmu hingga akhirnya ia fokus pada pengembangan soft skill dengan sejumlah ilmu pendukungnya, antara lain psikologi, manajemen, spiritualitas, dan tasawuf.
Ia mendapatkan kesempatan untuk mengikuti berbagai pendidikan professional di dalam dan di luar negeri setelah lama berkarya dan berkiprah.
Sebagai professional di bidang soft skill, ia telah menulis lebih dari 1000 artikel yang telah diterbitkan di sejumlah media nasional dan media professional di sejumlahperusahaan, antara lain Majalah Gontor, majalah SWA, Majalah MUI, Human Capital, People, PT. Nestle Indonesia, PAMA Media, www.e-psikologi.com, dan lain-lain.
Iajugatelahmenulisbukulebihdari 45 judul di bidang soft skill, spiritualitas, dan ke-Islam-an yang telah diterbitkan oleh berbagai penerbit nasional, antara lain; Mizan, Republika, Gramedia, selain juga dipercaya sebagai editor buku pembangunan SDM sejumlah kantor kementerian, tokoh masyarakat, dan perusahaan nasional.
Ubaydillah juga aktif menjadi narasumber seminar, workshop, dan training yang diselenggarakan oleh berbagai perusahaan nasional, multinasional, BUMN, kantor kementerian, dan kelompok masyarakat di bidang soft skill.
Kiprah sosialnya yang terus dikembangkan adalah mewadahi dan mengembangkan guru-guru pesantren agar lebih kreatif dalam menyiasati hadirnya era digital untuk menaikkan bobot kualitas pembelajaran.
Dalam orasinya, Ubaydillah menyatakan sikap hatinya bahwa baginya tidak penting gelar ini diakui atau tidak oleh dunia luar.
Yang paling penting menurutnya adalah hadirnya sosok kyai yang berani membuka terobosan bagi kemajuan ilmu pengetahuan di pesantren dengan menganugerahkan gelar kehormatan ini.