Tambahan gaji didapat jika mengajar lebih banyak.
Pada saat libur, ia tak berpenghasilan, kecuali mendapat gaji pokok (homebase).
“Ini tidak adil, upah yang sangat tidak manusiawi untuk tenaga profesional. Buruh saja upahnya diatur sesuai UMR. Kok dosen, diabaikan” kata kandidat doktor yang juga peserta Munas.
Ketua Dewan Pakar PDRI Poempida Hidayatullah yang hadir pada saat Munas ini mengaku miris mendengar kisah-kisah dosen yang kesejahteraannya masih dibawah rata-rata.
Oleh karena itu, ia berharap Munas PDRI pertama ini, menjadi langkah awal yang besar dibidang di dunia Pendidikan tinggi.
“PDRI harus memperjuangkan cita-cita mulia ini. Jangan ada lagi dosen yang “ngamen”. Dosen adalah pekerjaan profesi yang dituntut fokus dalam menjalankan profesionlismenya. Ketika professional itu muncul, maka ia harus dibayar sepadan,” kata Poempida saat membuka Munas ini.
Dirjen Sumber daya Iptek dan dikti Kemeristekdikti Ali Gufron Mukti mengukuhkan pengurus DPP PDRI.
Ia berharap melalui Munas ini, semoga PDRI bisa memperjuangkan kesejahteraan dosen, misalnya dosen tidak tetap menjadi dosen tetap.
“Catatan kami ada sebanyak 26 ribu dosen yang belum memiliki catatan akademik. Semoga PDRI bisa mempercepat pengurusan jabatan akademik ini,” kata dia
Menurut dia, dosen memiliki posisi strategis untuk meningkatkan kualitas pengajaran dan penyiapan SDM berbasis iptekdikti, juga menentukan rangking perguruan tinggi kita.
Oleh karena itu, profesionalisme dosen harus ditingkatkan begitu juga kesejahteraannya penting untuk diperhatikan.
Munas ini diikuti oleh 150-an anggota dari pengurus wilayah di 26 Provinsi di Indonesia. Antara lain, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Aceh, Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Barat, DKI Jakarta, NTB, Maluku Utara, dan Papua.
Organisasi independen ini dideklarasikan pada 25 Juni 2018 di Gedung Indonesia Menggugat, Kota Bandung oleh para dosen dari perguruan tinggi swasta dan negeri. Hingga kini, jumlah anggota PDRI mencapai 1.035 orang.