News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sistem Zonasi pada PPDB 2019 Dinilai Tak Adil dan Merugikan

Editor: Pravitri Retno W
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ratusan orang tua calon siswa menyimak hasil pertemuan antara perwakilannya dengan pejabat Dinas Pendidikan Kota Bandung di Kantor Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung, Jalan Jendral Ahmad Yani, Kota Bandung, Selasa (10/7/2018). Ratusan orang tua calon siswa megeruduk kantor tersebut untuk mempertanyakan nasib anaknya yang tidak dapat bersekolah karena aturan sistem zonasi pada PPDB 2018. Sejumlah orang tua calon siswa mengatakan kesemrautan ini dipicu dugaan adanya praktek manipulasi zonasi dengan mengatur jarak kedekatan rumah dengan sekolah. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)

Sistem zonasi dinilai tak adil dan merugikan, orang tua sebut anak mereka bisa kalah dengan yang nilainya lebih rendah.

DEPOK, KOMPAS.com - Sejumlah warga Depok, Jawa Barat mengeluhkan sistem zonasi pada pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019.

Mereka menilai sistem zonasi ini tidak efesien dan tidak adil.

Lina, warga Jembatan Serong, misalnya, mengaku harus cuti bekerja untuk mendaftarkan anaknya PPDB.

Setiap subuh selama tiga hari berturut-turut, ia menemani anaknya untuk mengantre verikasi PPDB.

Baca: LPMP Jatim Segera Sampaikan Usulan Kekhususan Zonasi PPDB Surabaya ke Kemendikbud

"Mau bagaimana lagi mbak, semua akan saya lakuin buat anak saya masuk negeri," ucap Lina di SMAN 1, Nusantara, Pancoran Mas, Depok, Rabu (19/6/2019).

Meski telah cuti bekerja bahkan datang dari subuh untuk mendaftarkan anaknya, Lina masih tak bisa memastikan anaknya diterima di SMAN 1.

Menurut dia, kebijakan zonasi merugikan.

Sebab, anaknya yang memiliki nilai tinggi bisa kalah dengan yang memiliki nilai lebih rendah tetapi rumahnya lebih dekat sekolah.

"Ini sebenarnya tidak adil ya, anak saya sudah belajar mati-matian untuk dapat nilai ujian nasional besar."

"Tetapi harus kalah dengan siswa yang nilainya itu rendah, tapi zonasinya lebih dekat dibanding saya," ucap Lina.

Sama halnya dengan Ridho, warga Beji, Depok.

Di sela verifikasi data, ia mengaku pesimistis anak bontotnya bisa mendapatkan kursi di sekolah negeri SMAN 1.

"Setelah dihitung, jarak rumah ke sekolah ini lebih dari 1 kilometer."

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini