"Dosen mungkin punya uang, punya kuota, tetapi kebetulan pas jaringannya nggak bagus juga bisa."
"Bisa juga dosen punya kuota, tapi mungkin penguasaan teknologinya kurang," tutur Harun.
Untuk itu, Harun merasa metode pembelajaran daring tidak bisa menggantikan secara penuh.
"Jadi memang dalam konteks tertentu sistem daring atau online bisa digunakan."
"Tetapi tidak bisa menggantikan penuh," imbuh Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UMS itu.
Baca: Pengamat Soroti Maraknya Protes Mahasiswa yang Keberatan Membayar Uang SPP di Tengah Wabah Corona
Kendati demikian, Harun mengatakan ada pula keefisienan dari metode pembelajaran daring.
Hal itu dikarenakan pembelajaran daring bersifat unlimited tempat dan unlimited waktu.
"Kalau efesien iya dari sisi transportasi."
"Karena efisien itu ukurannya waktu dan tempat," ujarnya.
Tetapi, dalam efektifitasnya, Harun menuturkan pembelajaran daring cukup kurang efektif.
"Efisian iya, tapi kalau dari sisi efektif kurang."
"Karena efektivititas itu ukurannya kualitas, proses, dan otentifitas," papar Guru Besar dalam Bidang Pendidikan itu.
"Karena kalau otentifitas kalau bertatap muka langsung kan terjadi proses. Ada interaksi dan komunikasi," tambahnya.
Meski begitu, dalam kondisi saat ini semua kalangan tidak bisa disalahkan.
Harun menilai semua orang yang terlibat dalam metode pembelajaran daring harus belajar mengakrabi diri dengan teknologi.
"Semua orang ini mau tidak mau, suka tidak suka, harus mengakrabi teknologi."
"Meskipun teknologi itu dalam konteks tertentu menjemukan," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Maliana)