"Siap tidak pemerintah untuk itu karena kalau tidak akan berbahaya," tambahnya.
Oleh karena itu, dalam menghadapi new normal di dunia pendidikan, Joko menekankan harus ada sinergi dari guru, siswa, orang tua dan juga tim kesehatan.
Meski terdengar sulit, namun Joko mengatakan hal tersebut harus dilakukan agar kualitas pendidikan tidak menurun.
Baca: Pengamat Ungkap Sisi Positif Pembelajaran Daring di Masa Pandemi: Kemampuan Literasi IT Meningkat
Alasannya, menurut Dosen FKIP UNS itu, anak-anak lebih menyukai pembelajaran secara langsung atau tatap muka dibanding pembelajaran daring.
Sehingga ia menyampaikan, pembelajaran tatap muka masih diperlukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Selain itu, Joko juga mengatakan, pembelajaran tatap muka diperlukan karena kemampuan literasi di Indonesia masih sangat kurang.
"Kebiasaan membaca kurang, ketersediaan referensi juga kurang."
"Oleh karena itu perlu meningkatkan kualitas literasi, seperti kemauan membaca, kemampuan membaca, dan ketersedian referensi," jelasnya.
Baca: Menkes Terawan Ajak Kemenag dan Kemendikbud Kaji Protokol Kesehatan New Normal di Sektor Pendidikan
Sementara itu, Joko juga menyoroti soal kriteria sekolah-sekolah yang sudah bisa dibuka lebih dahulu.
Terdapat sebuah istilah untuk daerah zona merah dan zona hijau.
Namun, Joko mengungkapkan kriteria tersebut tidak menjamin daerahnya benar-benar bersih dari corona.
"Ada istilah zona merah dan zona hijau. Memang bagi daerah yang berzona hijau bisa dibuka lebih leluasa dibanding zona merah."
"Tapi menurut saya perbedaan zona merah dan hijau tidak jelas karena ada beberapa yang saya dengar status merah dan hijau ini bersifat politis."
"Saya tidak terlalu mempertimbangkan itu karena meski berzona hijau tapi tetap saja harus diwaspadai," tegasnya.
Joko pun menyatakan, kehati-hatian tetap harus dikedepankan meskipun tinggal di daerah berzona hijau.
(Tribunnews.com/Maliana)