"Ini kan di tengah perkebunan kopi, terus hari ini lagi pada panen. Cenderung siswa ikut panen kaya gitu. Ke kebun, ladang. Kan lagi musim panen jagung. Kehadiran siswa untuk mengikuti kelompok belajar tersebut yang kurang," ungkap Sugeng.
Baca juga: Menteri Nadiem Tantang Mahasiswa Mengajar di SD Terpencil, Simak Syaratnya
Situasi seperti ini, menurut Sugeng, tidak hanya terjadi di masa pandemi.
Sebelum pandemi terjadi, kehadiran siswa di kelas memang cenderung menurun ketika masuk musim panen.
Jumlah siswa yang tetap mengikuti pembelajaran hanya bertahan sebanyak 25 persen.
Padahal jumlah siswa di SDN Tambora hanya sebanyak 73 orang yang terbagi dalam enam kelas.
Ketika musim panen, Sugeng mengatakan siswa yang tidak hadir di kelas bisa mencapai belasan orang.
Situasi pandemi Covid-19 memperburuk keadaan ini.
"Bahkan ada kemarin satu keluarga, dia tiga orang anaknya dan satu ponakan. Dia empat orang, malah satu minggu pertama gak masuk full ternyata ada di Sumbawa. 200-300 Km lebih dari sini. Ternyata ikut orang tuanya yang cari kerja," tutur Sugeng.
Padahal, menurut Sugeng, antusiasme siswa dalam mengikuti pembelajaran sangat besar.
Sugeng menceritakan bahwa jarak rumah para siswa dengan sekolah sebenarnya sangat jauh, yakni yang terdekat 400 meter, sementara yang terjauh bisa mencapai 2 Km.
Para siswa tersebut bahkan harus berjalan kaki untuk mencapai sekolah yang berada di tengah perkebunan kopi tersebut.
Namun antusiasme tersebut, kata Sugeng, sempat terkikis akibat terlalu lama PJJ.
Baca juga: Cerita di Balik Presiden Pakai Baju Adat Baduy, Ini Alasan Tak Bawa Golok
"Sebenarnya pas kemarin bisa PTM, memang antusias anak didik ada. Tapi ada yang terlanjur kebawa suasana saat pandemi kemarin. Ada yang bantu orang tua atau tinggal di ladang," kata Sugeng.
Para guru akhirnya menyambangi rumah siswa satu persatu jika ada siswa yang belum juga hadir ke sekolah.