News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Asal-usul Nenek Moyang Suku Dayak di Kalimantan

Penulis: Arif Tio Buqi Abdulah
Editor: Daryono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga berpakaian adat dayak saat menghadiri pembukaan Pekan Gawai Dayak (PGD) ke 31 yang dibuka oleh Presiden Majelis Adat Dayak Nasional (MADN), Drs Cornelis, di Rumah Radakng, Jl Sultan Syahrir, Pontianak, Kalbar, Jumat (20/5/2016).TRIBUN PONTIANAK/ANESH VIDUKA

TRIBUNNEWS.COM - Kalimantan merupakan salah satu dari 5 pulau besar yang ada di Indonesia.

Terdapat sejumlah suku yang mendiami Kalimantan, di antaranya Banjar, Melayu, dan terbesar adalah Dayak.

Dayak merupakan suku yang secara umum dipahami sebagai penghuni hutan tropis Kalimantan, atau setidaknya sebagai suku yang mendominasi di Kalimantan.

Dalam Suku Dayak, masih terdapat beberapa kelompok atau rumpun besar yang membagi suku ini.

Setidaknya ada tujuh kelompok besar subsuku, yakni Punan, Iban, Apokayan, Ot’ Danum, Ngaju, Klemantan, dan Murut.

Kelompok besar tersebut yang kembali terbagi menjadi 60 subsuku, hingga terbagi lagi menjadi 405 subsuku kecil yang penamaannya secara umum disesuaikan dengan nama anak sungai atau cabang sungai di wilayah mereka tinggal. (Riwut, 2007: 266).

Baca juga: Forum Dayak Bersatu Apresiasi Disahkannya RUU IKN Menjadi Undang-Undang

Baca juga: Merasa Terhina, Suku Dayak Lundayeh Sampai Lakukan Potong Babi di Tengah Kota Samarinda

Lantas bagaimanakan asal-usul nenek Moyang Suku Dayak?

Jika ditinjau dari asal – usul tempat tinggal, Suku Dayak ada hubunganya dengan orang-orang keturunan imigran dari Provinsi Yunnan di China Selatan.

Coomans (1987) didukung oleh Inoue (1999) menyebut ada kaitannya Suku Dayak dengan imigran dari Propinsi Yunnan di China Selatan tepatnya di Sungai Yangtse Kiang, Sungai Mekhong dan Sungai Menan.

Sebagian dari kelompok ini menyeberang ke semenanjung Malaysia sebagai batu loncatan pertama dan kemudian menyeberang ke bagian Utara Pulau Kalimantan.

Dilansir laman Kebudayaan Kemdikbud, seorang Tokoh Kayan juga menjelaskan bahwa Suku Dayak adalah ras Indo China yang bermigrasi ke Indonesia pada abad ke-11.

Namun ada beberapa peneliti mencoba membagi versi, berdasarkan sudut pandang masing-masing sebagai berikut:

Versi pertama, (Malinckrodt, 1928) mengkrafikasi Dayak berdasarkan kesamaan hukum adat: (1) Kenyah-Kayan-Bahau;(2)Ot Danum,Ngaju,Maanyan,Dusun dan Luangan; (3) Iban;(4) Murut: (5) Klemantan; (6) Punan, Basap,Ot dan Bukat.

Versi kedua, (Stihr,1959) mengkrafikasikan Dayak berdasarkan kesamaan upacara adat kematian, dan klarifikasi sama dengan versi pertama.

Versi ketiga, (Riwut,1958) mengklarifikasi suku Dayak dalam 18 group, terdiri dari 403-450 sub-ednis; (10 GROUP Ngaju terdisi dari: Ngaju, Maanyan, Luangan, Dusun; (2) group Apau Kayan; Kenyah, Kayan, Bahau; (3) group Murut terdiri dari Idaan (Dusun), Tidung, daqn Murut; (6) group Punan: Basap, Punan,At dan (7) group Ot Danum.

Versi keempat, (Kennedy, 1974) mengklarifikasi Dayak kedalam (1) Kenyah-Kayan-Banau; (2) Ngaju; (3) Land Dayak; (4) Klemantan-Murut; (5) Iban; dan (6) Punan.

Versi kelima oleh Sellato 91989) membagi Dayak berdasarkan nama-nama sungai besar dimana group tersebut bertempat tinggal yaiitu: (1) Melayu; (2) Iban;(3) Barito; (4) Bidayuh; (5) Sabah-Dusun-Kadasan; (6) Kayan-Kenyah; (7) Penan; (8) Kelabit-Lun Dayeh-Lun Bawang-Murut Bukit-Kajang, Berwan-Melanau.

Senjata Mandau

Di kalangan suku Dayak satu dengan lainnya menumbuh-kembangkan kebudayaan tersendiri.

Dengan kata lain, kebudayaan yang ditumbuh-kembangkan oleh Dayak-Iban tidak sama persis dengan kebudayaan yang ditumbuh-kembangkan Dayak-Punan dan seterusnya.

Namun demikian, satu dengan lainnya mengenal atau memiliki senjata khas Dayak yang disebut sebagai mandau.

Mengutip Peta Budaya Kemdikbud, dalam kehidupan sehari-hari senjata ini tidak lepas dari pemiliknya.

Artinya, kemanapun ia pergi mandau selalu dibawanya karena mandau juga berfungsi sebagai simbol seseorang (kehormatan dan jatidiri).

Dahulu mandau dianggap memiliki unsur magis dan hanya digunakan dalam acara ritual tertentu seperti: perang, pengayauan, perlengkapan tarian adat, dan perlengkapan upacara.

Yohanes Alem Mantara, pengrajin mandau di Kota Ketapang, Kalimantan Barat. (TRIBUN PONTIANAK)

(Tribunnews.com/Tio)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini