Serangan Umum 1 Maret 1949
Untuk pertama kalinya sejak Kota Yogya jatuh ke tangan Belanda, pasukan TNI berhasil memasuki wilayah kota.
Sebelumnya, Belanda menyerbu melalui udara, tepatnya di lapangan terbang Maguwo (Lanud Adisucipto) pada hari Minggu tanggal 19 Desember 1948.
Agresi Belanda bertepatan setelah Indonesia menumpas pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di daerah Madiun, 18 September 1948.
Dikutip dari Dinas Kebudayaan Yogyakarta, setelah gugurnya para pahlawan Indonesia, tentara kolonial kemudian dapat memasuki kota Yogyakarta dari arah timur (Maguwo) serta menawan beberapa pimpinan Pemerintahan Tertinggi RI.
Kemudian, dibentuklah pemerintah darurat RI yang berkedudukan di Sumatera Barat.
Pasukan serta TNI langsung bergerak keluar kota Yogyakarta.
Mereka memasuki daerah kantong-kantong perlawanan masing-masing sesuai Perintah Siasat No.1/Stop/48 dari Jenderal Soedirman dan rakyat tetap bertekad untuk meneruskan perlawanan rakyat semesta (gerilya).
Satuan TNI masih terpencar di daerah-daerah perbatasan garis demarkasi pendudukan Belanda, untuk menghadapi kemungkinan serbuan tentara kolonial melalui darat dari arah utara dan barat.
Meski jumlah dan kekuatan satuan TNI di sekitar lapangan terbang Maguwo tidak seimbang menghadapi serbuan tentara kolonial, namun pasukan TNI dan rakyat dengan semangat patriotik terus mengadakan perlawanan.
Dampak Keberhasilan Serangan Umum 1 Maret
Adanya Serangan Umum 1 Maret ini membawa pasukan Indonesia untuk menduduki Yogyakarta selama 6 jam.
Perebutan kembali Ibukota Yogyakarta disiarkan ke seluruh dunia melalui siaran radio.
Keberhasilan TNI merebut kembali kota Yogyakarta ini memberikan pengaruh besar.