"Dari UI itu sendiri ada kriterianya sebelum mendaftar ke Simak Internasional. Harus foto dulu nih dokumen yang sudah ditulis dan ditandatangani. Jadi sudah ada materai ditandatangani, terus kita langsung upload (kirim) dan kalau kita enggak upload persetujuan tersebut, kita enggak bisa mendaftar," ujar AP.
"Karena kriteria mendaftarkan diri baik dalam yang jalur undangan ataupun jalur mandiri, itu memang harus ada foto kita tanda tangan," imbuhnya.
AP sendiri menandatangi persetujuan tersebut sebab didukung oleh orang tuanya yang bersedia membiayai pendidikannya penuh.
Baca juga: Kepala Prodi Pascasarjana Unila Serahkan Rp 250 Juta Agar Anaknya Masuk Kedokteran
Selain itu, AP memang mengincar kelas internasional untuk melanjutkan jenjang pendidikannya.
"Jadi saya kenapa enggak pakai yang jalur undangan, karena sekolah saya itu enggak terdaftar di kuota untuk pendaftar. Jadi mau enggak mau lewat jalur mandiri, karena memang saya dari awal mengincar kelas internasional," kata AP.
Meski begitu, AP juga sempat mengikuti tes seleksi masuk UI (Simak UI) untuk program studi Kedokteran reguler, hanya saja tidak lolos.
Jadilah dia mengambil kelas internasional yang merupakan cita-citanya sejak awal.
"Aku tetap ikut juga (Simak UI Kedokteran Reguler), tapi maksudnya kayak prioritas aku tetap kelas yang internasional. Jadi tetap ikut di pilihan aku juga FK UI. Tetapi kan kalau misalkan di FK UI itu kan cuma bisa di kelas reguler, bukan kelas internasional," ujar dia.
Menurut dia, prosedur penerimaan mahasiswa yang mengambil kelas internasional memang berbeda dengan reguler.
Tidak hanya di UI, beberapa PTN yang menyediakan kelas tersebut juga hanya membuka seleksi mandiri untuk calon mahasiswa barunya.
"Kalau di UI itu kalau kelas internasional, enggak bisa melalui jalur SBMPTN. Dan bahkan di PTN lain contohnya UGM atau Unair, itu juga kan ada kelas internasionalnya, mereka juga enggak bisa masuk lewat jalur SBMPTN. Jadi jalur tersebut hanya dikhususkan untuk undangan sekolah dan juga tes mandiri untuk yang internasional," tandasnya. (m40)
Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Dian Anditya Mutiara