TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Perguruan Tinggi Negeri (PTN) masih menjadi tujuan utama bagi para siswa yang hendak memasuki jenjang perkuliahan.
Salah satu mahasiswa Universitas Negeri Jakarta atau UNJ jurusan Manajemen angkatan 2019, AFA (22) memastikan jika tidak ada penarikan uang pangkal tidak wajar untuk calon mahasiwa baru yang masuk lewat jalur mandiri.
Namun, dia tidak menampik jika pada saat awal masuk ke UNJ, dirinya sempat dimintai Sumbangan Pengembangan Universitas (SPU), minimalnya sebesar Rp 750.000.
Meskipun dalam formulir SPU tersebut, calon mahasiswa baru diperkenankan mengisi pilihan Rp 0 jika tidak ingin memberikan SPU.
"Kenapa dulu saya akhirnya mau masuk mandiri di sana (UNJ) karena di SPU-nya waktu saya masuk itu masih terbilang okelah. Dikasih pilihan dengan minimal Rp 750.000 atau pilih 0," ujar AFA saat dihubungi Wartakotalive.com, Sabtu (13/5/2023).
Menurutnya, pihak kampus tidak pernah memaksa kepada peserta didik baru untuk memilih nominal SPU.
Akan tetapi, dirinya memilih untuk memasukkan nominal Rp 750.000 sebagai SPU di awal masuk kuliah lantaran takut berpengaruh pada keputusan diterima atau tidaknya dia di PTN.
"Karena waktu itu saya masih takut, saya pilihnya minimal Rp 750.000. Saya patoknya standar bawah tetapi saya tetap mengisi, tidak mengisi nol," ucap AFA.
"Karena kepikiran aja, ini bakalan berpengaruh buat aku masuk ke UNJ, jadi saya milihnya masih memasukkan nilai nominal," imbuh dia.
AFA menuturkan, besaran SPU tersebut setiap tahunnya berbeda-beda. Tergantung pada kebijakan serta program studi yang dipilih.Jika calon mahasiswa baru memilih program studi favorit, kata AFA, akan ada SPU mencapai Rp 5 juta.
"Setiap tahunnya dinamikanya berbeda-beda. Tetapi yang terbaru di tahun lalu itu tetap ada SPU bahasanya, setahu saya Rp 5.000.000 di lima prodi favorit, seperti ada Manajemen, Psikologi, Ilmu Komunikasi, sisanya saya lupa. Itu sudah dinaikkan minimal Rp 5 juta dan tidak ada pilihan nol," kata AFA.
"Tetapi di H-3 penutupan, terkait dengan pendataan mahasiswa yang mau masuk mandiri itu akhirnya dikasih pikihan nol," lanjutnya.
AFA pun mengkritisi hal tersebut. Menurutnya, UNJ perlu melakukan evaluasi pada sistem pembayaran SPU itu.
Baca juga: Biaya Gedung untuk Kuliah Kedokteran di Kelas Internasional UI Rp111 juta
Pasalnya, kata dia, pemberitahuan tersebut diinformasikan secara mendadak. Sehingga banyak mahasiswa baru yang sudah mengisi nominal serta tidak memilih nol.
"Jadi sekarang di teman-teman advokasi setiap BEM termasuk di kami menyuarakan untuk akhirnya SPU ini jangan jadi hambatan," kata dia.
"Karena tentu namanya setiap orang yang mau daftar, kepikiran mungkin dengan nilai uang yang besar (akan diterima), bahkan ada yang bisa (ngasih) ratusan juta. Mungkin ya, karena berpikir itu poin plus buat dia masuk," lanjutnya.
Mahasiswa tingkat akhir itu mengatakan, SPU sebenarnya sebuah pilihan.
Baca juga: Info SNBP 2023 Universitas Negeri Malang: Calon Mahasiswa UM Wajib Registrasi Online di Laman Resmi
Itu adalah komitmen yang perlu ditunaikan setiap mahasiswa jalur mandiri setelah pihak UNJ memutuskan menerimanya sebagai mahasiswa.
"Wajib (dibayarkan), karena itu sudah jadi komitmen buat orang yang mau masuk dan dia ngasih nominal, ya dia harus bayar," tururnya.
Meski begitu, UNJ masih menerapkan penyesuaian uang kuliah tunggal (UKT) bagi mahasiswa yang lolos lewat jalur mandiri.
Artinya, uang pembayaran untuk mahasiswa mandiri tiap semesternya disesuaikan dengan penghasilan orang tua.
Bahkan, kata AFA, tiap mahasiswa masih diperkenankan untuk banding UKT jika dirasa keberatan dengan besaran yang ditetapkan oleh pihak universitas.
Seperti AFA misalnya. Setelah dinyatakan lulus seleksi mandiri PTN, dia mendapat UKT golongan 5 yakni sekira Rp 5 juta.
Namun, dirinya kemudian mengajukan banding hingga akhirnya bisa turun sampai UKT golongan 3, yakni Rp 3.500.000.
Baca juga: Polbangtan-PEPI Kementan Buka Pendaftaran Calon Mahasiswa Baru 2023
"Untuk jalur mandiri katanya (UKT) lebih besar daripada SNM dan juga SBM, itu juga berlaku di UNJ. Jadi saya kan mandiri, ada golongan minimal yang wajib dipakai oleh teman-teman mandiri, itu antara golongan 4 atau 5 golongan 5. Itu sekitar Rp 5 juta per-semester," ungkap AFA.
"Tapi waktu angkatan saya boleh banding menyesuaikan dengan pengeluaran uang orang tua saya atau penghasilan orang tua. Setelah saya ngasih surat-surat untuk banding dan bukti-buktinya, bisa turun ke golongan tiga, yakni per-semesternya Rp 3.500.000," lanjutnya.
Hal itulah yang juga menjadi salah satu alasan AFA memilih PTN untuk melanjutkan sekolahnya.
Sebab selain lebih murah, pembiayaannya juga bisa disesuaikan dengan penghasilan orang tuanya yang sehari-hari hanya berdagang di rumah.
"Jadi kenapa tetap ke jalur mandiri karena ini kan percobaan ketiga kalah SNM, SBM gagal, jadi alasannya memang ingin ke PTN. Nah kenapa UNJ karena saya melihat jalur mandiri di universitas mana yang kira-kira paling memungkinkan memudahkan mahasiswanya bayar UKT atau uang pangkal," kata AFA.
"Dan Alhamdulillah keterima dan bisa sampai sekarang. Jadi lebih karena faktor ekonomi aja," lanjutnya.
AFA berharap, seyogyanya tempat mengenyam pendidikan, pemerintah seharusnya menggratiskan. Tetapi melihat fakta di lapangan tidaklah demikian.
"Sebagaimana pun pendidikan harusnya gratis bagi seluruh masyarakat. Tetapi tidak bisa memungkiri di Indonesia pendidikan masih belum bisa menyeluruh untuk seluruh kalangan," kata dia.
"Tapi minimalnya jangan sampai ada kasus-kasus atau bahkan hal-hal yang enggak logis untuk orang-orang yang mau masuk ke pendidikan. Saya masih enggak suka aja ketika ada instansi yang menarik untuk SPU itu sampai ratusan juta," tandasnya. (m40)
Laporan reporter Nuri Yatul Hikmah | Sumber: Warta Kota