Urgensi Sekolah Kepemimpinan di Tengah Fenomena Banyaknya Bawahan yang Tidak Percaya pada Pimpinannya
Nico Manafe/Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) Muhamad Taufiq memaparkan kepemimpinan baru di era digital mengalami kegagalan dalam menghubungkan antara aspek kontrol otoritas dengan kemampuan berdialog dan berkomunikasi, sehingga menyebabkan adanya gap kepercayaan antara pimpinan dan bawahan.
Dalam survei yang dilakukan oleh gallup menyatakan hanya 23 persen pegawai yang percaya pada pemimpinnya.
Sementara itu hal lain juga ditemukan dalam survei yang dilakukan forbes yang menyatakan bahwa hanya 22 persen pemimpin yang percaya pada anak buahnya/bawahannya.
“Menyikapi kondisi ini diperlukan adanya cara-cara baru kepemimpinan yang mengedepankan pada aspek pembelajaran pemimpin untuk mengelola resources, membangun kebersamaan dan kepercayaan, serta melakukan berbagai terobosan baru untuk memecahkan kebuntuan dalam organisasi," ujar Muhammad Taufiq dalam pacara Pembukaan Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) Tingkat I Angkatan LX Tahun 2024, di Auditorium Makarti Bhakti Nagari, ASN Corporate University, Senin (22/4/2024).
"Maka dalam hal ini sekolah kepemimpinan memiliki peranan penting dalam mengakomodir gap kepercayaan tersebut," katanya menambahkan.
Dalam kesempatan ini, Muhammad Taufiq menjelaskan, ada 5 level kepemimpinan.
Level pertama adalah leader by position, seorang pemimpin diakui kepemimpinannya dikarenakan posisi dan kedudukannya sebagai seorang pemimpin dalam organisasi.
Kedua, leader by permission, yaitu pada level ini terdapat hubungan baik antara pemimpin dan bawahan dan saling menikmati bekerjasama dalam organisasi tersebut.
Muhamad Taufiq melanjutkan, level kepemimpinan ketiga adalah leader by production.
Level ini seorang pemimpin telah memiliki pengalaman, capaian dan kredibilitas yang dapat menjadi panutan bagi mereka yang mengikutinya.
Selanjutnya, level keempat adalah people development, pada level ini para anggota mengikuti pemimpin dikarenakan kemampuannya dalam membuka kesempatan bagi bawahan untuk berkembang lebih baik lagi.
Dan level terakhir, ungkapnya, yaitu pinnacle, para anggota mengikuti pemimpin didasarkan pada kepribadian dan reputasi dalam mengembangkan potensi anggota dan organisasinya ke arah yang lebih baik.
“Oleh karenanya, esensi sekolah kepemimpinan amat dibutuhkan dewasa ini, karena pada dasarnya leaders are made, kepemimpinan dibentuk sedemikian rupa dari berbagai pembelajaran secara terus menerus mengenai bagaimana memimpin sebuah perubahan dalam organisasi," ujarnya.
Muhammad Taufiq juga menambahkan, dalam perkembangan teknologi saat ini seorang pemimpin memiliki tantangan untuk mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan, serta memanfaatkan peluang untuk melakukan inovasi dan transformasi dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Sementara itu, Deputi Bidang Penyelenggaraan Pengembangan Kompetensi, Basseng dalam laporan penyelenggaraannya menyampaikan, PKN Tingkat I angkatan LX kali ini mengangkat tema “Penguatan peran Kepemimpinan Nasional dalam Transformasi Tata Kelola Pemerintahan untuk Mewujudkan Visi Indonesia 2029".
Tema ini dinilai penting karena kepemimpinan memainkan peran krusial dalam proses transformasi organisasi.
Dalam laporannya ia menambahkan, PKN Tingkat I angkatan LX ini diikuti oleh 40 peserta yang dilaksanakan dengan metode blended learning dengan memadukan pembelajaran secara klasikal dan nonklasikal dan mengedepankan experiential learning di tempat kerja masing-masing.