Namun Friedrich Nietzsche berpendapat lain. “Manusia—pada hakikatnya—adalah makhluk ‘pemenang’ dan selalu ingin ‘menang’,” demikian diktum “ubermensch” Nietzsche. Oleh karena itu, segala sesuatunya disiapkan untuk menang, termasuk menempuh segala cara untuk mewujudkan kemenangan (ill principle).
Kemenangan kerap didefinisikan sebagai entitas fitrah yang melekat pada sisi kemanusiaan.
Oleh karena itu, kemenangan seolah menjadi hal yang relatif, tidak mungkin untuk direduksi atau dihilangkan.
Panggung Piala Dunia 2022 menjadi “ruang dansa” bagi banyak profesional berpengalaman di panggung sepak bola termegah, tulis thesportsman.com.
Tetapi panggung itu adalah tempat pementasan drama bahwa profesional berpengalaman dapat terjungkal.
Piala Dunia adalah ajang tempat orang melihat bahwa segala sesuatu itu tidak pasti.
Bukanlah sebuah kepastian bahwa tim berpengalaman dan favorit dapat dengan mudah menang atas tim-tim anak bawang.
Siapa menyangka bahwa tim Saudi Arabia sanggup mempermalukan Argentina? Messi dkk dihajar 1-2 oleh tim asuhan Hervé Jean-Marie Roger Renard di fase grup.
Piala Dunia juga adalah panggung tempat pelbagai macam perasaan manusia ditayangkan: senyum, tawa ria, linangan air mata, amarah, kekecewaan, sampai kepedihan. Nuansa-nuansa inilah yang akan disaksikan oleh milyaran penikmat bola di planet ini sepanjang satu bulan.****