oleh: Willy Kumurur
Penikmat Bola
TRIBUNNEWS.COM - Mendiang Nelson Mandela pernah berkata, “Olahraga memiliki kekuatan untuk mengubah dunia.”
Lanjutnya, “Olahraga memiliki kekuatan untuk menginspirasi, memiliki kekuatan untuk menyatukan orang dengan cara yang tidak bisa dilakukan oleh orang lain.
Olahraga berbicara kepada remaja dalam bahasa yang mereka pahami, dan olahraga dapat menciptakan harapan yang sebelumnya hanya ada keputusasaan.”
Selama Perang Dunia II, setelah invasi Nazi ke Yugoslavia, Josip Broz Tito memimpin gerakan gerilya Yugoslavia, Partisan; dan pada akhir perang, Partisan—dengan dukungan invasi Uni Soviet—mengambil alih kekuasaan Nazi atas Yugoslavia.
Tito adalah salah seorang rekan Presiden Soekarno pada masanya.
Di era perang dingin antara Amerika Serikat dan Uni Sovyet, bersama Gamal Abdel Nasser, Jawaharlal Nehru, Kwame Nkrumah, mereka mendirikan Gerakan Non Blok.
Di bawah kepemimpinan Tito, Yugoslavia yang multi etnis dapat direkatkan.
Tatkala Tito wafat pada 4 Mei 1980, perbedaan antar etnis mulai muncul ke permukaan, yang dipicu oleh krisis ekonomi di akhir tahun 1980-an.
Perang saudara pun tak terelakkan.
Baca juga: Jadwal Perempat Final Piala Dunia 2022 Live SCTV: Dibuka Kroasia vs Brasil Lalu Belanda vs Argentina
Di bulan April 1992, Yugoslavia, negara di Balkan itu, hancur berkeping-keping menjadi 7 negara.
Salah satu dari 7 negara itu adalah Kroasia yang memproklamasikan kemerdekaannya pada Juni 1991, negeri berbentuk bulan sabit, terletak di persimpangan Eropa Tengah dan Eropa Tenggara.
Franjo Tudjman, pemimpin nasionalis yang memimpin gerakan kemerdekaan, menggunakan radikalisme organisasi penggemar sepak bola untuk mendesakkan pesannya dan sepak bola itu sendiri untuk memperoleh legitimasi bagi Kroasia yang semakin merdeka.
Tudjman mengatakan "setelah perang, olahraga adalah hal pertama yang membedakan bangsa".
Ia terus mengutamakan sepak bola.