Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Ekskutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai gerakan #2019GantiPresiden dengan memobilisasi masa rawan memicu konflik vertikal dan horizontal.
Pernyataan Karyono tersebut menyikapi penghadangan Pegiat#2019GantiPresiden Neno Warisman di Pekanbaru, Sabtu, (25/8/2018).
"Memobilisasi massa secara besar-besaran mengandung resiko bentrokan antar kelompok masyarakat. Apalagi narasi #2019GantiPresiden mengandung kontradiksi, yaitu ada yang pro dan kontra. Ada yang setuju dan ada yang tidak setuju dengan gerakan tersebut," ujarnya, Minggu (26/8/2018).
Baca: Tanggap Darurat Berakhir, Kemensos Lanjutkan Rehabilitasi Sosial Pasca-Gempa Lombok
Menurut peneliti senior IPI tersebut, #2019GantiPresiden kini berkembang menjadi aksi turun ke jalan dari awalnya yang merupakan wacana di media sosial dan menjadi bahan diskusi di program talkshow maupun di ruang-ruang diskusi.
Ia menambahkan #2019GantiPresiden tidak akan menjadi persolan serius bila hanya sebatas wacana diskusi.
Hal tersebut masih bisa masuk logika mengenai kebebasan berpendapat yang dijamin konstitusi.
Baca: Ketika Sandiaga Bernyanyi dalam Konser Amal untuk Lombok
"Tetapi, jika sudah masuk ke ranah aksi terbuka dengan memobilisasi massa dalam jumlah besar, tentu berpotensi menimbulkan konflik. Apalagi saat ini sudah memasuki tahapan kampanye pemilu 2019," kata Karyono.
Ia mengatakan sudah mengingatkan berkali kali bahwa aksi #2019gantipresiden dengan turun ke jalan sangat berpotensi menimbulkan gesekan di masyarakat.
Dengan kejadian bentrokan di Pekanbaru, Riau dan di sejumlah daerah lainnya, Neno Warisman sebagai penggerak aksi #2019#GantiPresiden harus bertanggung jawab atas sejumlah peristiwa yang menimbulkan bentrokan.
Baca: Hasil Jonatan Christie Bulutangkis Perorangan Asian Games 2018, Lolos ke Babak Semifinal
Karena berdasarkan informasi, pihak kepolisian sudah meminta agar aksi tersebut dibatalkan.
"Sekarang kekhatiran saya benar-benar terjadi" katanya.
Karyono mengatakan ada kampanye terselubung dari aksi #2019gantipresiden.
Para pegiat mencari celah agak tidak terjerat undang-undang Pemilu.
"Pasalnya, diksi yang dibungkus dalam hastag 2019 Ganti Presiden mengandung pengertian tentang pemilu. Tahun 2019 itu jelas tahun dilaksanakannya agenda pemilihan presiden. Sedangkan diksi Ganti Presiden hakekatnya jelas mengandung pengertian jangan pilih presiden Jokowi," katanya.
Padahal menurut Karyono kampanye yang dibungkus dengan tagar 2019 Ganti Presiden tidak berpengaruh signifikan terhadap elektoral Prabowo Subianto.
Karena isi tersebut tidak berdampak pada penurunan elektabilitas Joko Widodo ( Jokowi).
Karena, ada irisan (korelasi) antara yang setuju dan tidak setuju hastag Ganti Presiden dengan preferensi pilihan capres. Yang memilih selain Jokowi cenderung setuju dengan gerakan hastag Ganti Pesiden. Sementara yang memilih Jokowi cenderung tidak setuju dengan gerakan hastag Ganti Presiden.
"Jadi buat apa buang-buang tenaga, uang dan waktu tapi tidak ada hasilnya. Malah hanya menghasilkan mudharat. Maka lebih baik memberikan pendidikan politik masyarakat dengan mengedepankan program untuk membangun Indonesia yang lebih adil, maju dalam segala bidang dan meningkat kesejahteraan rakyat," katanya.