TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin, Erick Thohir membantah calon presiden petahana tengah panik karena hasil survei.
Erick membantah pernyatan kubu pasangan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, bahwa Jokowi panik karena elektabilitas antar dua pasangan calon makin mengecil.
Terdapat dua lembaga survei yang menyatakan selisihnya sudah berkurang.
Yakni lembaga Media Survei Nasional (Median) dan Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis). Erick mengatakan, harus melihat rekam jejak lembaga survei yang menyatakan elektabilitas kedua paslon mulai mengecil.
Dan menilik lembaga survei yang terasosiasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Kita harus lihat track record. Kita harus berkaca pada lembaga survei yang asosiasinya masuk ke KPU. Jadi lembaga survei yang diakui KPU itu memberi data kedua paslon itu bedanya masih 20 persen," kata Erick melalui keterangan tertulisnya, Rabu (6/2/2019).
Baca: BPN Prabowo-Sandi Sebut Survei Median Tunjukkan Pemerintah Jokowi Kurang Berprestasi
Erick berujar, kalaupun survei Median dan Puskaptis itu hendak diakui, jika dihitung rata-rata selisih elektabilitas kedua pasangan calon, masih di angka 15-18 persen.
Semuanya dengan kemenangan Jokowi-Ma'ruf. Sehingga aneh bila disebut Jokowi-Ma'ruf. Yang terjadi seharusnya adalah sebaliknya.
"Intinya, kalau dikatakan Jokowi panik karena survei, jawabannya tidak," ujar Erick.
Kedua, soal terminologi ofensif. Erick mengaku bahwa dirinya pernah bicara bahwa Tim Jokowi-KH Ma'ruf sudah saatnya ofensif. Pernyataan dikeluarkan saat rapat koordinasi tim hukum TKN, yang dihadiri Yusril Ihza Mahendra.
Konteks ofensif itu adalah pihak Jokowi-Ma'ruf sering dilaporkan ke Bawaslu tanpa data akurat oleh pihak lawan.
"Jadi saya katakan, sudah selayaknya tim hukum kita ofensif melaporkan dengan fakta dan data," tutur Erick.
Jokowi, ucap Erick, hanya menyampaikan isi hatinya. Untuk menepis tuduhan, seperti melakukan kriminalisasi. Yang terjadi sebenarnya adalah Jokowi dizalimi.
Yakni dengan dicap sebagai antek asing, PKI, antek aseng, dan lain-lain. Dan semua penzaliman itu sudah dimulai sejak 2014 dengan terbitnya Obor Rakyat.
"Jadi kalau sekarang beliau menjawab, itu lumrah. Sebab kalau tak menjawab, nanti fitnah itu dianggap benar. Anehnya, ketika beliau menjawab, dikatakan beliau panik dan ketakutan. Justru beliau sedang menyampaikan data dan fakta, yang selama ini diputarbalikkan," tutur Erick.
"Contoh saja, soal konsultan asing. Di media sosial sudah ada buktinya keberadaan orang asing di belakang BPN. Propaganda Rusia itu yang dimaksud adalah konsultan asing yang dipakai. Dan kita tahu, beliau lebih tahu, konsultannya bukan satu atau dua saja. Dari negara lain juga ada," sambung Erick.
Ditegaskan Erick, pihaknya takkan berhenti menyampaikan prestasi-prestasi pasangan petahana. Dan membantah tuduhan-tuduhan, khususnya selama data dan fakta yang ada terus diputarbalikan.
Pihaknya akan menggunakan data sebanyak mungkin untuk mendukung semua materi yang ada.
"Kenapa pakai data? Contohnya begini. Paslon 02 menjanjikan gaji pegawai akan dinaikkan. Tapi di lain pihak, dia tak konsisten karena menurunkan pajak negara. Darimana untuk membiayainya? Apakah nanti negara kita kayak Venezuela atau Yunani yang krisis? Yunani krisis karena pemasukan dan pengeluaran tak seimbang. Makanya bicara harus pakai data kan'," imbuh Erick.