TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Ekonomi Politik, Kusfiardi menyoroti lemahnya konsep dan pandangan Calon Presiden Petahana, Joko Widodo (Jokowi) tentang pertahanan dan keamanan (Hankam) dalam debat pilpres keempat pada Sabtu (30/3/2019) kemarin.
Menurut Kusfiardi, semestiinya petahana itu memiliki visi dan pandangan yang matang soal Hankam.
Hal itu menurut Kusfiardi terlihat saat Calon Presiden Nomor Urut 02, Prabowo Subianto melempar pertanyaan tentang alokasi anggaran pertahanan Indonesia kepada Capres Petahana.
Prabowo menyebutkan, anggaran pertahanan sebesar Rp107 Triliun setara dengan 5 persen dari APBN atau 0,8 persen dari GDP tersebut masih sangat kecil.
Sementara negara-negara lain lebih besar dari itu.
Menanggapi itu, Jokowi pun mengakui bahwa anggaran pertahanan tersebut memang masih kecil. Malah menurutnya hal ini bisa diselesaikan dengan membangun investasi di bidang alutsista.
“Jawaban Jokowi itu menunjukkan bahwa alokasi anggaran pertahanan tidak masuk dalam prioritas, kemudian menggunakan pendekatan investasi untuk pertahanan dan keamanan juga kurang tepat,” kata Kusfiardi kepada wartawan di Jakarta, Senin (1/3/2019).
Baca: BPN: Tema Debat Keempat Malam Ini Prabowo Banget
Kuasfiardi menjelaskan, pendekatan investasi untuk pertahanan nasional memiliki bias korporasi, karena investasi lebih dominan pertimbangan untung rugi yang lazim berlaku dalam dunia bisnis.
Sementara bagian pertahanan, menurut Kusfiardi menjadi aspek penting dan vital bagi sebuah negara.
Alasannya, masalah pertahanan bukan hanya sekedar untuk menjaga wilayah kedaulatan, tapi juga untuk tujuan melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, sebagaimana amanat konstitusi, UUD 1945.
Untuk itu, menurut dia, tantangan kebijakan pertahanan nasional kedepan membutuhkan keberpihakan, sinergi dan kolaborasi untuk bisa benar-benar mewujudkan pertahanan yang dapat melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia.
“Nampaknya itu semua tidak dimiliki petahana,” katanya.
Sementara itu, anggota Dewan Pakar Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Rizal Darma Putra meragukan data Global Firepower (GFP) Index 2018 sebagai rujukan kekuatan pertahanan militer Indonesia.
Dalam GFP Index 2018 itu Indonesia menempati peringkat 15 dari 137 negara di dunia dari segi kekuatan militer.