Ia kemudian menyandingkan pernyataan Wiranto tersebut, dengan temuan dirinya di lapangan.
Baca: Pilihan Tempat Duduk dalam Pesawat Ternyata Cerminkan Kepribadian Seseorang
"Seperti yang dikatakan Menkopolhukam, bilang aparat hanya dilengkapi dengan tameng dan pentungan. Malah ada senjata. Bahkan ada peluru tajam," ungkap dia.
Politikus Partai Gerindra ini sangat menyayangkan aparat kepolisian bersikap demikian.
Alih-alih menangani secara persuasif, malah sifat represif yang dipilih.
Ditambah, tewasnya delapan orang dalam bentrokan 22 Mei, sama sekali tidak menjadi perhatian penting pemerintahan saat ini.
Baca: Kronologi Pria Tiongkok Kolaps dan Tewas saat Bermain Bulu Tangkis
Pemerintah disebut sama sekali tidak berduka cita atas itu.
Padahal, bila sebuah negara yang menganut sistem demokrasi, tewasnya delapan orang dalam unjuk rasa seharusnya jadi peristiwa besar yang patut diperhatikan.
"Sayang sekali, meninggalnya delapan orang di negara demokrasi adalah peristiwa besar. Tapi pemerintah tidak berbelasungkawa," katanya.
Titiek Soeharto diteriaki Ibu Presiden
Ketua Dewan Pertimbangan Partai Berkarya Titiek Soeharto disoraki 'Ibu Presiden' oleh peserta doa bersama ketika maju ke depan panggung di pelataran Masjid Agung At-Tin, Jakarta Timur, Kamis (30/5/2019) petang.
"Ibu presiden, ibu presiden, ibu presiden," seru peserta di lokasi.
Seketika itu juga Titiek Soeharto langsung membalas seruan tersebut, dengan berujar presiden yang saat ini sedang dibela, harus berjuang terlebih dulu hingga bisa ditetapkan sebagai presiden terpilih.
"Presidennya jadi dulu, harus berjuang," ujar Titiek.
Melanjutkan sambutan yang sempat terpotong, Titiek Soeharto menjelaskan maksud digelarnya kegiatan doa bersama tidak terlepas dari persitiwa tragis tanggal 21-22 Mei yang menewaskan sejumlah orang akibat bentrok dengan polisi.
Baca: Kuasa Hukum Kivlan Zen Akan Ajukan Praperadilan dan Penangguhan Penahanan