Menurut Mardani Ali Sera, koalisi Adil Makmur sangat layak diteruskan menjadi kekuatan penyeimbang untuk mengawal agar pembangunan benar-benar ditujukan untuk kepentingan rakyat.
"Saatnya Membangun Oposisi kritis dan konstruktif. Untuk pembangunan bangsa berkelanjutan yang efektif perlu dikawal bersama, agar kesalahan-kesalahan periode sebelumnya bisa diperbaiki untuk kemakmuran rakyat," tegas Mardani Ali Sera.
"Kita berharap dan berdoa semoga kedepan bangsa ini memperoleh keberkahan, memuliakan ulama dan mencintai rakyatnya," ucapnya.
3. Sinyal Gerindra
Anggota Dewan Pembina Gerindra Maher Algadri tidak ingin Prabowo Subianto bertemu Jokowi bila membicarakan tawaran koalisi.
"Kalau saya bilang jangan (bertemu), proses demokrasi itu adalah pemilihan," ujar Maher di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara nomor 4, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis tengah malam, (27/6/2019).
Dalam negara demokrasi idealnya menurut Maher pihak yang menang berada di pemerintahan, sementara yang kalah menjadi oposisi.
Sehingga, ada Check and Balance dan menjalankan roda pemerintahan.
"Jadi yang kalah biar tetap kalah, yang menang, (tetap) menang. Biar yang kalah di luar menjadi oposisi, kalau enggak, bukan demokrasi. Masa semua pada kongko-kongko. Jangan, yang sehat dong. Selalu ada check and balance, jadi yang kuasa dikontrol oleh oposisi," katanya.
Apalagi menurutnya, Prabowo didukung oleh 45 persen pemilih di Indonesia.
Jumlah tersebut bukan lah kecil.
Amanat 45 persen pemilih tersebut yang harus tetap dijaga.
"Oposisi serius loh. 45 persen itu bukan kecil. Besar sekali, makanya, ini kan bukan masalah prabowo atau apa, ini masalah 45 persen itu 70 juta lebih. Harus dihargai," katanya.
Terkait kabar adanya internal Gerindra yang menginginkan adanya rekonsiliasi dan masuk koalisi pemerintah,menurut Maher merupakan hal yang biasa di negera demokrasi.