Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal DPP Real Estate Indonesia (REI) Hari Ganie menyambut positif aturan baru batas harga rumah bersubsidi bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tertuang dalam PMK 60/PMK.010/2023.
Menurutnya, batasan harga jual maksimal rumah tapak yang diberikan pembebasan PPN menjadi Rp 162 juta sampai dengan Rp 234 juta untuk 2023.
Pada peraturan sebelumnya, batasan maksimal harga rumah tapak yang dibebaskan PPN adalah antara Rp 150,5 juta-Rp219 juta.
Kenaikan batasan harga rumah tapak mengikuti kenaikan rata-rata biaya konstruksi sebesar 2,7 persen per tahun berdasarkan Indeks Harga Perdagangan Besar.
“Penantian kami selama 3,5 tahun, kami sudah lama menanti karena banyak pengembang rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) mundur,” ucap Ganie dihubungi Tribunnews, Sabtu (17/6/2023).
Ganie menyebut pengembang MBR kesulitan bertahan karena aturan batasan harga dari pemerintah tak kunjung mendapat kejelasan.
Alasannya karena tingginya harga material sedangkan harga jual yang dipatok tidak cukup untuk memenuhi pembangunan perumahan.
“Pada akhirnya pengembang ini kemarin jual rumah MBR hanya sesuai kebutuhan dan hanya bisa untuk mengembalikan cashflow saja,” tukas Ganie.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur dan Perumahan mengalokasikan penyaluran dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebanyak 220 ribu unit rumah subsidi kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) pada tahun ini.
Baca juga: Harga Rumah Subsidi Segera Naik, Pemerintah Siapkan Peraturan, Pengembang Harap Agustus 2023 Rampung
Ganie memastikan bahwa REI sebagai asosiasi pengembang perumahan siap mendukung aturan baru terkait batas harga rumah subsidi bebas PPN.
“Buka hanya anggota REI tetapi asosiasi lainnya juga akan memenuhi program sejuta rumah dengan jumlah target 220 ribu rumah tahun ini,” katanya.
Menurutnya, pembangunan hunian MBR tidak melulu rumah tapak namun bisa juga rusunawa, program bedah rumah.
REI juga memastikan tingginya suku bunga acuan dan tingkat inflasi tidak mempengaruhi penjualan rumah untuk segmen MBR.
Baca juga: Harga Rumah Subsidi Bakal Naik, Ini Sejumlah Penyebabnya
“Kalau kita bicara MBR itu bunganya fix selama masa pinjaman lain halnya rumah komersial,” paparnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi menerbitkan landasan hukum yang mengatur mengenai batasan rumah umum hingga rumah pekerja yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Beleid tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 60 Tahun 2023/PMK.010/2023. Dengan PMK ini, pemerintah memberikan fasilitas berupa pembebasan PPN sebesar 11 persen dari harga jual rumah tapak atau antara Rp 16 juta hingga Rp 24 juta untuk setiap unit rumah.
Tak hanya itu, PMK ini juga mengatur batasan harga jual maksimal rumah tapak yang diberikan pembebasan PPN, yakni menjadi antara Rp 162 juta-Rp 234 juta pada 2023, dan antara Rp 166 juta-Rp 240 juta pada 2024 untuk masing-masing zona.
Pada aturan sebelumnya, batasan maksimal harga rumah tapak yang dibebaskan PPN adalah antara Rp 150,5 juta-Rp 219 juta.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, kenaikan batasan itu mengikuti kenaikan rata-rata biaya kontruksi sebesar 2,7 persen per tahun berdasarkan Indeks Harga Perdagangan Besar.
Menurut dia, sejak berlakunya Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) pada 2010 lalu, sudah lebih dari 2 juta masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang mendapatkan rumah subsidi.
Baca juga: Apersi: Harga Baru Rumah Subsidi Terbit, Diperlukan Juga Regulasi yang Kondusif
"Pembaruan fasilitas Pembebasan PPN ini menjadi instrumen pemerintah untuk menambah lagi jumlah rumah yang disubsidi, sehingga lebih banyak masyarakat yang dapat membeli rumah layak huni dengan harga terjangkau," katanya.
Menurut dia, fasilitas pembebasan PPN itu ditujukan untuk mendukung penyediaan setidaknya 230.000 unit rumah untuk MBR yang ditargetkan oleh pemerintah.
Terbitnya PMK itu juga bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan rumah, meningkatkan akses pembiayaan bagi MBR, menjaga keterjangkauan rumah yang layak huni, serta menjaga keberlanjutan program dan fiskal.
Komitmen itu tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang menargetkan peningkatan akses rumah layak huni dari 58,75 persen menjadi 70 persen.
"Selain itu, fasilitas pembebasan PPN ini juga akan berdampak positif pada perekonomian nasional, termasuk terhadap investasi industri properti dan industri pendukungnya, penciptaan lapangan pekerjaan, dan peningkatan konsumsi masyarakat," jelasnya.
Sebagai informasi, fasilitas pembebasan PPN itu juga diberikan untuk pondok boro bagi koperasi buruh, koperasi karyawan, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah.
Pemerintah juga membebaskan PPN untuk penyerahan asrama mahasiswa dan pelajar kepada universitas atau sekolah, pemda dan/atau pempus.