Misalnya menyangkut perzinaan (gandeng tangan bukan muhrim, ciuman, dsb), berpacaran, khalwat (bepergian), atau mojok berdua dalam bahasa gaulnya.
Umumnya faktor budata memicu mereka tersangkut masalah moral. Utamanya tuduhan berpacaran, berkhalwat, dan kasus sihir. Menurut Nuruddin, di Tanah Air, berpacaran atau khalwat dianggap bukan pelanggaran hukum. Tetapi di Arab Saudi sini, hal itu merupakan pelanggaran berat hukum Islam dan harus dihukum setimpal.
Semisal kasus sihir, banyak jemaah dituduh melakukan sihir. Untuk kasus sihir yang dikonotasikan sebagai tenung (santet) bisa dituduhkan jika tidak berhati-hati. Di Arab Saudi, lanjut Nuruddin, segala bentuk perbuatan yang dianggap tidak masuk akal akan dicurigai sebagai sihir (perdukunan).
Salah satunya menyimpan rajah (jimat), keris, batu, memiliki bungkusan berisi tanah dari kampung, menyimpan puluhan helai rambut kiainya, atau hal-hal menyimpang lainnya. Bahkan orang Arab bisa beranggapan gulungan kertas tisu berisi potongan kuku bisa dikategorikan sebagai jimat apabila jemaah tidak hati-hati.
"Maka dari itu, para pembimbing (ustad) calon jemaah umrah atau haji di Tanah Air harus menyampaikan masalah ini di awal waktu sebelum berangkat. Tujuannya, setibanya di Tanah Suci, jemaah akan paham dan tidak tersangkut oleh masalah-masalah seperti itu," pinta Nuruddin.
Baca Juga:
- Bahagia Jadi Sopir Bus Alamat Palsu di Tanah Suci
- 11.000 Orang Mudik Bareng Sidomuncul
- Pengusaha Sebatik Buka Bersama Napi Lapas Sungai Jepun
- Harga Tiket Sentuh Batas Atas Pada 16 dan 17 Agustus
- Anas Bersyukur Kedatangannya Didemo