TRIBUNNEWS.COM, JAKARATA — Satu dari sekian banyak masjid yang menjadi saksi bisu tonggak sejarah Kota Jakarta adalah Masjid Al-Alam di pesisir Marunda, Cilincing, Jakarta Utara.
Ada rumor yang menyebutkan bahwa masjid ini menjadi masjid pertama yang berdiri di Jakarta.
Salah seorang pengurus Masjid Al-Alam Marunda, Krisnadi mengatakan, menurut penelitian, pada tahun 1982, disebutkan bahwa masjid ini dibuat pada sekitar abad ke-16. Cerita dari generasi ke generasi menyebutkan bahwa ini masjid pertama yang ada di Jakarta.
Banyak cerita mistis yang berkembang di balik pembuatan dan kejadian yang terjadi pasca Masjid Al-Alam Marunda didirikan. Salah satunya adalah masjid ini didirikan hanya dalam satu malam oleh para wali yang menyebarkan ajaran agama Islam di Batavia.
Mengenai sosok yang mendirikan Masjid Al Alam, Krisnadi tidak mengetahuinya secara pasti. “Wallahu a’lam, dari generasi ke generasi hanya seperti itu saja ceritanya,” tutur Krisnadi, kepada Warta Kota (Tribunenws.com Network), baru-baru ini.
Mengenai sejarahnya, Marunda merupakan tempat persinggahan pertama Fatahillah di Batavia dan masjid ini didirkan sekaligus sebagai tempat menyusun strategi perang.
“Ceritanya dulu, Fatahillah di bawah pimpinan Patih Bahurekso ingin merebut Batavia dari tangan VOC, nah masjid ini didirikan selain sebagai tempat ibadah, juga sebagai tempat menyusun strategi perang. Karena itu daerah ini Marunda yaitu singkatan dari ‘Markas Penundaan’,” ungkap Krisnadi.
Masjid ini juga dikenal dengan sebutan Masjid Si Pitung. Konon, masjid Al-Alam Marunda menjadi tempat favorit pendekar Betawi ini. “Di sini kan deket sama rumahnya Si Pitung. Dulu di sini nggak ada apa-apa, cuma hutan sama masjid aja, katanya sih dulu Pitung suka bersemadi di sini,” kata Krisnadi.
Cerita mistis membungkus sejarah masjid yang beberapa bangunannya masih asli sejak abad ke-16. “Dulu kalau ada pribumi yang dikejar musuh, terus lari ke masjid ini, katanya nggak akan kelihatan musuh,” ucapnya.
Dipugar
Masyarakat asli Marunda bersama instansi terkait pada tahun 1980-an sempat melakukan pemugaran pada sisi atas bangunan masjid. Pemugaran dilakukan karena genteng yang menutupi bagian atas masjid sudah mulai pecah dan tidak ada lagi pabrik yang memroduksi genteng yang sama.
“Disebutnya genteng plentong dulu. Ukurannya besar sekali. Lalu, seiring berjalannya waktu nggak ada lagi pabrik yang bikin genteng dengan model yang sama, karena itu semua gentengnya diganti,” kata Krisnadi.
Masjid Al-Alam Marunda tidak seperti masjid-masjid lain yang memiliki ukuran besar pada ruang utamanya. Masjid ini hanya memiliki ukuran sekitar 8m x 8mr dengan tinggi hanya 2m. Krisnadi menyebutkan ukuran sebesar itu membuat Masjid Al-Alam menjadi masjid yang paling mewah pada zamannya.
“Dari dulu bentuknya seperti ini. Gak ada usaha untuk merubah bangunan asli karena masjid ini merupakan bagian dari cagar budaya. Jadi nggak bisa sembarangan memugar,” ujarnya.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang memiliki wewenang untuk melakukan pemugaran terhadap bangunan cagar budaya Betawi ini. Namun pada tahun 1992 instansi terkait menambah bangunan pendopo dengan ukuran yang sama tepat di sebelah masjid.
“Kalau masalah pemugaran, birokrasinya agak sulit, harus bikin proposal segala macam, sementara kita kan nggak biasa bikin yang seperti itu, jadi susah juga. Tapi, ngecat mah setiap tahun, dari dana para warga saja,” tuturnya.
Kendati ukuran dan bentuknya tidak semegah masjid di Jakarta pada umumnya, namun Masjid Al Amin terkenal hingga pelosok Indonesia. Terbukti dari banyaknya para pelancong yang berasal dari luar daerah yang sengaja datang ke Masjid Al-Alam yang disekelilingnya terdapat banyak makam para wali dan sesepuh daerah tersebut. “Biasanya kalau malam Jumat, banyak yang datang untuk berdoa, ziarah makam atau yang lain. Kami sih hanya menganggap tempat ini mustajab kalau mau berdoa, seperti itu saja pendapat kami,” ungkap Krisnadi (m8)